kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Implementasi UU Cipta Kerja, pemerintah harus fokus menyusun aturan teknis perizinan


Senin, 15 Maret 2021 / 14:41 WIB
Implementasi UU Cipta Kerja, pemerintah harus fokus menyusun aturan teknis perizinan
ILUSTRASI. ILUSTRASI OPINI - OSS dan Korupsi Perizinan


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Setelah menyelesaikan UU 11 tahun 2021 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya, Kementerian membuat aturan teknis UU tersebut. Peraturan teknis tersebut dalam bentuk Rancangan Peraturan Menteri (RPM). 

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 tahun 2021, peraturan pelaksana mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko wajib ditetapkan dalam kurun waktu dua bulan. Maka, Kementerian Perkekonomian dan kementerian teknis lain perlu memfokuskan sumber daya. 

Menurut Ahmad Redi, Direktur Eksekutif Koligium Jurist Institute, merujuk pada PP No. 5, prioritas saat ini terkait perizinan berusaha berdasarkan risiko tinggi, menengah dan rendah. Jadi fokus pemerintah dalam su  bulan ini adalah membuat RPM Perizinan.

Redi mengambil contoh di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komimfo).  Kerja sama antara over the top (OTT) dan operator telekomunikasi harus diatur secara rinci dalam RPM turunan PP Pos Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar). Tujuannya agar Indonesia dapat menikmati keuntungan dari industri digital.

Redi berharap, RPM yang dibuat Kominfo dapat menjawab kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak ingin Indonesia jadi korban perdagangan digital. “Sehingga dalam membuat RPM menggenai kerja sama dengan OTT, Kominfo juga harus mendapatkan masukan dari Kementerian Keuangan. Tujuannya untuk mendapatkan pajak penghasilan dari perusahaan digital asing," imbuh Redi, yang  salah satu anggota tim perumus UU Cipta Kerja, dalam keterangan tertulis, Senin (15/3). 

Di samping itu, PP Postelsiar juga banyak menyebutkan persaingan usaha yang sehat.  Aturan mengenai persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi juga perlu didetailkan di RPM turunan.

Redi lantas membandingkan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang  menyusun RPM tentang perizinan di bidang ESDM. Bukan membuat RPM lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×