Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan kemungkinan pelemahan ekonomi dunia yang lebih dalam dari perkiraan. Penyebabnya, tingkat utang global saat ini telah mencapai puncak dan semakin berisiko.
Kepala Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF Tobias Adrian dalam Global Financial Stability Report mengatakan, tingkat utang pemerintah maupun korporasi yang terus meningkat secara global membuat sistem keuangan dan perekonomian semakin rentan.
"Di Amerika Serikat, rasio utang perusahaan terhadap PDB berada pada tingkat rekor tertinggi. Di beberapa negara Eropa, bank kelebihan beban dengan obligasi pemerintah. Di China, profitabilitas bank menurun, dan tingkat modal tetap rendah pada pemberi pinjaman kecil dan menengah," terang Adrian dalam laporannya Global Financial Stability Report, yang dikutip Minggu (14/4).
Kerentanan sistem keuangan dan perekonomian menurutnya, tengah berkembang baik pada negara maju maupun negara berkembang. Jika kondisi rentan ini terus berlanjut, Adrian memperingatkan bahwa ini akan menambah dampak dari perlambatan ekonomi global dan memperparahnya di tahun-tahun ke depan.
Di tengah pelemahan ekonomi dunia, bank-bank sentral memang disarankan untuk bersabar alias lebih longgar dalam menentukan kebijakan moneter. Namun, di sisi lain, kebijakan ekonomi yang longgar berisiko meningkatkan kerentanan perekonomian dan memicu perlambatan ekonomi yang lebih tajam.
Dalam jangka pendek, Adrian mengatakan risiko terhadap stabilitas keuangan masih rendah menurut standar historis, meski tetap lebih tinggi dari kondisi Oktober 2018 lalu.
"Dengan campuran kebijakan yang tepat, negara-negara dapat mempertahankan pertumbuhan sambil menjaga kerentanan tetap terkendali," katanya.
Kerentanan sistem keuangan menjadi isu penting bagi IMF. Pasalnya, negara dengan sistem keuangan yang rentan bisa mengalami dampak yang lebih parah dari guncangan ekonomi, misalnya perlambatan ekonomi yang lebih tajam dari yang diantisipasi, perubahan kebijakan moneter yang tidak terduga, atau eskalasi ketegangan perdagangan. Kerentanan yang lebih tinggi menimbulkan risiko stabilitas keuangan yang lebih besar.
Secara spesifik, IMF menggarisbawahi kondisi kerentanan yang dialami oleh emerging markets. Menurut Adrian, semakin banyak investasi portofolio di emerging markets yang dijalankan oleh para manajer investasi semata untuk mencapai imbal hasil seperti indeks-indeks populer.
Nilai investasi fixed-income yang bersifat benchmark-driven di emerging-markets telah naik empat kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir menjadi US$ 800 miliar.
"Ini membuat mereka lebih rentan terhadap pembalikan tiba-tiba aliran modal dalam menanggapi tren global," ujar Adrian.
Secara global, jumlah obligasi dengan peringkat rendah, seperti peringkat BBB, juga naik empat kali lipat selama dekade terakhir. Jumlah utang yang lebih berisiko, atau utang dengan peringkat spekulatif (speculative grade) juga berlipat ganda, catat IMF.
Oleh karena itu, Adrian menyarankan agar negara emerging markets yang menghadapi arus modal yang fluktuatif untuk membatasi ketergantungan pada utang luar negeri jangka pendek dan memastikan cadangan mata uang asing dan buffer fiskal yang memadai.
"Negara-negara juga dapat menggunakan nilai tukar fleksibel untuk menyerap guncangan," tutup Adrian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News