Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Masih ada harapan Indonesia tumbuh lebih baik. Lembaga riset internasional IHS Inc memperkirakan Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian besar dalam kurun waktu dua tahun ke depan.
IHS menyebut ukuran ekonomi Indonesia pada 2017 akan mencapai US$ 1,14 triliun, lebih tinggi dari ekonomi Indonesia 2013 sebesar US$ 870 miliar. Alhasil, produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan masuk kategori terbesar di Asia, sejajar dengan negara-negara tangguh seperti Jepang, China, India, Australia, dan Korea Selatan.
Dikutip dari CNBC, Kepala Ekonom IHS Asia Pasifik, Rajiv Biswas mengatakan ekonomi Indonesia mempunyai kapasitas untuk tumbuh sebesar 5,4% selama 2016-2020. Ekonomi Indonesia masih akan kuat meskipun harga komoditas lesu dan ketatnya kebijakan moneter.
"Yang akan jadi pendorong adalah konsumsi rumah tangga yang stabil, didorong oleh kelas menengah yang tumbuh dengan cepat," ujar Biswas, Rabu (23/4).
Bahkan di 2023, IHS meramal PDB Indonesia akan mencapai US$ 2,1 triliun, melebihi Australia yang cuma US$ 1,52 triliun (2013). Secara global, ekonomi Indonesia akan lebih besar dari Rusia, Spanyol dan Belanda pada 2023.
Menurut Biswas, RI akan punya suara yang lebih besar dalam institusi internasional di bidang politik dan ekonomi seperti G-20, International Monetary Fund (IMF), World Bank, dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Peningkatan GDP Indonesia ini akan berdampak dalam percepatan kesempatan investasi dan pertumbuhan perdagangan bilateral di berbagai industri seperti sumber daya alam, manufaktur dan jasa.
Yang dibutuhkan Indonesia, untuk menyongsong prediksi tersebut adalah melakukan perbaikan. Yakni meningkatkan iklim bisnis dan menciptakan kesempatan kerja dalam jumlah besar. Mengingat demografi kaum muda Indonesia saat ini sekitar 2,4 juta orang sehingga mereka harus disediakan pekerjaan.
Ke depan Indonesia tidak boleh lagi bergantung pada ekspor komoditas. "Prioritas utama Indonesia adalah mendiversifikasi ekspornya ke arah manufaktur, yang akan menciptakan pertumbuhan lapangan kerja yang signifikan," terang Biswas.
Dukungan investasi
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih sependapat, PDB Indonesia senilai US$ 1,14 triliun sangat mungkin tercapai. Sebab prediksi ini dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,4%, jauh dari target pemerintah 7% per tahun. Pencapaian ini juga dengan catatan, tidak ada penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Maka dari itu, realisasi investasi pemerintah harus bisa mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi lagi. "Rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik harus goal," papar Lana.
Proyek 35.000 megawatt listrik yang hingga sekarang belum dimulai, realisasi pembangunannya harus dikejar. Efek ganda yang tercipta dari pembangunan pembangkit listrik ini sangat besar. Sektor manufaktur membutuhkan listrik untuk berproduksi. Kalau sektor manufaktur jalan, maka ekspor pun tumbuh.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menekankan pentingnya kestabilan rupiah. Karena kurs rupiah yang melemah, maka penghitungan nominal PDB yang dihitung secara dollar tidak akan berpengaruh besar. Stabilitas ekonomi Indonesia perlu dijaga sehingga rupiah akan tetap stabil.
Pemerintah juga harus menjaga inflasi. Pertumbuhan riil yang naik dan inflasi yang rendah akan memperbesar nominal PDB Indonesia. Tren inflasi harus dijaga dalam level 4% plus minus 1% saban tahun.
Soal tren inflasi, David tidak terlalu khawatir. "Tinggal pertumbuhan riil yang kini agak lambat," tandasnya.
Di tengah kondisi global yang masih lemah, yang jadi harapan adalah investasi. Kalau investasi bisa terealisasi baik dari swasta ataupun pemerintah, ekonomi Indonesia bukan tidak mungkin mencapai lebih dari 5,4% dengan nominal sekitar US$ 1 triliun. Bahkan, bisa lebih dari itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News