Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana penghapusan sejumlah bidang usaha Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap tidak sesuai dengan program Nawacita yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Jika bisnis TIK dibuka 100% bagi asing, ditambah rencana penempatan data boleh di luar negeri, komplit sudah pemerintah menggadaikan kedaulatan,” kata Ketua Dewan Penasihat IDIEC Mochammad James Falahuddin melalui keterangan tertulis, Senin (19/11).
Sebagai informasi, bidang usaha TIK yang termasuk ke dalam penghapusan DNI diantaranya adalah perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, warung internet (warnet), jasa sistem komunikasi data, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap, penyelenggaraan jaringan komunikasi bergerak, penyelenggaraan jaringan komunikasi layanan konten, pusat layanan informasi dan jasa nilai tambah telepon, penyedia jasa internet (Internet Service Provider/ISP), jasa internet telepon untuk publik, jasa interkoneksi internet (Network Access Point/NAP), dan jasa multimedia.
Menurut James, rencana penghapusan sejumlah bidang usaha TIK jika tidak didukung pemaparan prediktif dan analisa skenario kualitatif dan kualitatif yang transparan oleh pemerintah, maka upaya tersebut tidak akan berhasil.
“Hingga saat ini pemerintah belum melansir prediksi tentang dampak perubahan DNI terhadap ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan secara komprehensif. Ini juga bisa dilihat dari puluhan Paket Kebijakan Ekonomi yang telah dikeluarkan selama empat tahun terakhir,” ungkapnya.
Ketua Umum IDIEC M. Tesar Sandikapura menduga rencana pemerintah menghapus sejumlah bidang usaha TIK dari DNI masih berkaitan dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) dan pengesahan RPP Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
“Kalau yang berkecimpung di bisnis TIK paham ini grand scenario bahwa Indonesia ini hanya menjadi pasar saja ujungnya,” ungkap Tesar.
Menurutnya, jika data yang beredar benar terkait rencana penghapusan sejumlah bidang usaha TIK dari DNI akan sangat berbahaya bagi kedaulatan digital nasional. Misalnya, pembukaan NAP bagi asing dimana secara logic merupakan batas teritorial digital dengan asing karena di titik tersebut perpindahan data antara komputasi awan (cloud) local dengan asing yang ditandai dengan alamat internet protocol (IP).
“Kalau NAP dibebaskan 100% menjadi milik asing, sama saja menyerahkan batas negara kita untuk dikelola asing,” tegas Tesar.
Asal tahu saja, pemerintah resmi menghapus 54 bidang usaha dari DNI melalui Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang dirilis pada Jumat (16/11).
Dengan keputusan tersebut maka 54 bidang usaha kini bisa menerima penanaman modal asing (PMA) dengan porsi 100%. Hal ini dilakukan untuk bisa meningkatkan invetasi di Indonesia yang dinilai masih belum optimal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News