Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
PANGKALAN BUN. Satu persatu tubuh jenazah penumpang dan kru pesawat AirAsia QZ8501 tiba di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Imanuddin, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Tubuh jenazah itu tak lagi utuh. Air laut mempercepat proses skeletonisasi terhadap tubuh mereka.
Sudah sebelas hari terakhir ini, tim SAR gabungan melakukan operasi pencarian terhadap pesawat yang hilang di Selat Karimata itu. Dari 162 kru dan penumpang pesawat yang dinyatakan hilang, 40 diantaranya sudah ditemukan.
"Air laut mempercepat proses perusakan itu. Biasanya kalau sudah sepuluh hari sudah masuk ke tahap skeletonisasi," kata Kepala Sub Bidang Kedokteran Polisi (Kasubid Dokpol) Bidang Kedokteran Kesehatan (Biddokes) Polda Jawa Tengah, AKBP dokter Sumy Hastry Purwanti Sp. Forensik di Lanud Iskandar, Rabu (7/1).
Hastry adalah salah seorang dokter forensik yang diminta terjun bersama tim Disaster and Victim Identification (DVI) Polri dalam menangani proses identifikasi awal jenazah kru dan penumpang pesawat AirAsia QZ8501. Setiap jenazah yang ditemukan tim SAR gabungan, akan transit terlebih dahulu ke RSUD Imanuddin sebelum dikirim ke Surabaya, Jawa Timur. Bahkan, tak jarang jenazah itu harus menginap di cold storage yang ada di RS tersebut.
Hastry menuturkan, semakin tinggi tingkat kerusakan suatu jenazah, maka proses identifikasi akan semakin sulit. Ketika jenazah sudah sepuluh hari di laut, maka identifikasi sudah tak bisa dilakukan melalui sidik jari. Pun demikian, identifikasi juga tidak bisa dilakukan dengan mengambil sampel DNA pada darah korban.
Lalu, bagaimana caranya seorang dokter forensik menentukan identitas jenazah?
"Kami ambil DNA itu dari tulang dan gigi mereka," ujarnya.
Hastry yang sudah lebih dari 12 tahun menggeluti dunia forensik ini menuturkan, profesi yang digelutinya bukanlah profesi yang mudah. Ketepatan adalah kewajiban yang harus dipenuhi seorang dokter forensik.
Melalui ketepatan itu pula sebuah kepastian tengah menanti keluarga jenazah tersebut. Para dokter forensik ini tak boleh salah dalam mengidentifikasi jenazah. Jika tidak, kekhawatiran terbesar adalah terjadinya pertukaran jenazah yang tentu tidak diharapkan semua pihak.
Sementara itu, melihat kondisi tubuh jenazah yang tak lagi utuh, tak jarang menimbulkan rasa iba. Hal itu seperti yang dirasakan Ketua Tim II Pelaksana Identifikasi Visual RSUD Sultan Imanuddin, Kompol Edi S Hasibuan.
Menurut Edi, identifikasi memang membantu keluarga untuk cepat bertemu dengan keluarganya yang hilang. Tapi, setiap keluarga tentu memiliki harapan yang sama, yakni melihat jenazah keluarga mereka tetap utuh.
"Rasa iba itu pasti ada mas," kata Edi saat dijumpai di tempat yang sama.
Edi mengatakan, saat ini yang terpenting yaitu bagaimana menemukan seluruh jenazah yang masih hilang. Seluruh tim SAR gabungan harus berpacu dengan waktu untuk menemukan seluruh jenazah, supaya kerusakan tidak semakin parah. Dengan demikian, proses identifikasi pun dapat berjalan lebih cepat, dan keluarga korban mendapatkan kepastian atas nasib keluarga mereka. (Dani Prabowo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News