Sumber: Kompas | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Sekitar 1,85 juta calon pegawai negeri sipil mengikuti tes kompetensi dasar secara serentak di seluruh Indonesia, Minggu (3/11/2013). Kendati pemindaian dan penilaian dilakukan terpusat, masih saja ditemukan upaya percaloan dan manipulasi data.
Hal ini terungkap dalam laporan awal pengawasan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan jejaringnya.
”Niat pemerintah pusat mengadakan sistem CAT (seleksi berbasis penilaian dengan komputerisasi) sudah cukup baik, tapi pasti akan ada tantangan dari orang-orang lama yang selama ini menikmati hasil dari perekrutan CPNS yang tidak transparan. Selain itu, masih banyak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang belum menerapkan CAT,” tutur Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan.
Menurut Kepala Badan Kepegawaian Nasional Eko Sutrisno, seleksi CPNS dilangsungkan secara serentak di seluruh Indonesia. Seleksi diikuti sekitar 1,2 juta pelamar umum dan 650.000 tenaga honorer K2, yaitu pegawai honorer yang diangkat sampai 31 Desember 2014 dan dibayar bukan dari APBN/APBD.
Tahun ini, 75 kementerian/ lembaga 33 provinsi akan merekrut sekitar 20.000 CPNS. Adapun 33 provinsi dan 192 kabupaten/kota mendapatkan kuota formasi penambahan CPNS sekitar 40.000 orang.
Dari instansi pemerintah, 70 kementerian/lembaga dan 29 instansi pemerintah daerah sudah melakukan seleksi dengan sistem CAT, September sampai awal Oktober. Sisanya menerapkan sistem seleksi manual. Peserta ujian mengisi jawaban di lembar jawab komputer yang kemudian dipindai di Jakarta.
Sejauh ini, kata peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Nida Zidny Paradhisa, masih ada kelemahan di verifikasi dan validasi di beberapa kementerian/lembaga. Contohnya, di pengumuman perekrutan Kementerian Sosial disebutkan diperlukan sarjana sosial yang tak spesifik, tetapi ada kandidat yang tak lolos verifikasi administrasi.
”Dikhawatirkan, tak spesifiknya bidang pelamar menjadi celah meminimalkan pesaing untuk ’jagoan’ yang sudah disiapkan,” ungkap Nida.
Di sisi lain, laporan terkait honorer K2 lebih dominan. Nida mencontohkan, tenaga honorer K2 di salah satu instansi RSUD di Kota Probolinggo diminta membayar Rp 100 juta supaya namanya tak digeser dari daftar K2. Selain itu, ada juga honorer K1, nama yang sudah nonaktif, bahkan kepala desa yang kini muncul di daftar K2.
Di daerah pemekaran, ICW juga memantau ada CPNS dari jalur honorer K2. Hal ini terlihat di Kota Serang dan Toraja Utara. (INA/Kompas Cetak)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News