Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendaftarkan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon minta kejelasan definisi makar di KUHP. Ketentuan makar tercantum dalam KUHP pasal 87, 104, 106, 107, 139a, 139b, dan 140.
Peneliti ICJR, Erasmus Napitupulu mengatakan kata "makar" dalam KUHP merupakan terjemahan dari kata "aanslag" dari KUHP Belanda.
Namun, kata dia, tidak ada kejelasan definisi dari kata "aanslag".
"Makar bukan bahasa Indonesia yang mudah dipahami, makar dari bahasa Arab. Sedangkan aanslag artinya serangan. Tidak jelasnya penggunaan frasa aanslag yang diterjemahkan sebagai makar, telah mengaburkan pemaknaan mendasar dari aanslag," kata Erasmus di gedung MK, Jakarta, Jumat (16/12).
Menurut Erasmus, tidak adanya definisi dari penerjemahan aanslag sebagai makar dalam KUHP merupakan hal yang tidak tepat.
Sebab, aanslag dalam bahasa Belanda merupakan perbuatan serangan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, makar menunjukkan kata sifat atau ekspresi niat yang tanpa serangan.
Erasmus menyebutkan, perumusan pidana harus berdasarkan pada kejelasan tujuan dan rumusan yang merupakan bagian dari asas legalitas. Kejelasan rumusan, lanjut dia, merupakan bagian dari melindungi warga negara.
"Kejelasan rumusan dan tujuan juga memastikan aparat penegak hukum tidak salah dalam menerapkan hukum sehingga tidak sewenang-wenang di luar tujuan dari pengaturannya," ujar Erasmus.
Untuk itu, ICJR meminta kepada MK agar pasal 87, 104, 106, 107, 139a, 139b, dan 140 dalam KUHP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa makar tidak dimaknai sama seperti aanslag atau serangan.
Dalam kesempatan itu, Erasmus menegaskan pengajian uji materi UU merupakan bagian dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP. (Lutfy Mairizal Putra)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News