kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Hukum belum memihak Korban investasi bodong


Jumat, 02 Mei 2014 / 14:24 WIB
Hukum belum memihak Korban investasi bodong
ILUSTRASI. Fakta soal Goncalo Ramos yang perlu Anda tahu, pencetak hat-trick pertama, pemain yang gantikan Cristiano Ronaldo


Reporter: Herry Prasetyo, Tedy Gumilar | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Skema money game berkedok investasi terus bermunculan. Korban pun berjatuhan. Yang menjadi korban bukan cuma warga biasa. Artis, politisi, hingga jenderal  juga ikut kejeblos. Celakanya, para pelaku investasi bodong bebas berkeliaran, ada yang belum tersentuh hukum.

Tengok saja, proses hukum sebagian besar kasus-kasus investasi emas bodong. Sejak tahun lalu, para nasabah telah berbondong-bondong melaporkan para pengelola perusahaanperusahaan investasi emas bodong tersebut ke polisi.

Hasilnya, hingga saat ini sebagian terlapor masih berstatus saksi. Dua pimpinan PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) Michael Ong dan Desmond Yap yang sudah menjadi tersangka sudah lebih dulu kabur. Hanya kasus CV Raihan Jewellery yang sampai ke meja hijau. Itu pun sang pemilik Raihan, Muhammad Azhari, diputus bebas murni oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Di luar emas, ada juga investasi agribisnis bodong CV Panen Mas. Direktur Utama Panen Mas Ari Pratomo, sih, sudah ditangkap polisi. Kasus ini berlanjut lantaran masih ada pihak lain yang diduga terlibat.

Ya, sekalipun hukum belum berpihak, upaya para nasabah yang menjadi korban investasi emas bodong mencari keadilan terus dilakukan. Kamis (24/4) lalu, sekitar 30 nasabah PT Trimas Mulia menyambangi Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya. Mereka datang didampingi pengacara Rino Ayahbi. Tujuannya, untuk menyampaikan laporan soal dugaan tindak pidana pencucian uang dan kejahatan perbankan yang dilakukan Yoga Dendawancana, Direktur Utama Trimas.

Dalam waktu dekat, langkah serupa juga akan ditempuh nasabah GTIS. Santoso, Ketua Tim 9 yang merupakan perwakilan nasabah korban GTIS, berharap, laporan tersebut bisa menuntaskan kasus yang selama ini membelit mereka.

Para nasabah GTIS dibantu oleh Bantuan Hukum Front (BHF), salah satu sayap Front Pembela Islam (FPI). Soalnya, “Ada simpatisan dan jemaah FPI yang juga menjadi korban GTIS,” kata Novianto Sumantri, pengacara dari BHF.

Selain lewat jalur hukum, para nasabah korban investasi emas bodong juga mengadukan masalahnya ke mana-mana. Komisi (Keuangan) XI DPR juga tak luput disambangi.

Puncaknya, 10 September 2013 lalu, Komisi XI DPR menggelar pertemuan antara nasabah korban investasi emas bodong dengan beberapa perusahaan, seperti Gold Bullion Indonesia dan GTIS. Pejabat Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Mabes Polri hadir dalam pertemuan itu. Hasilnya, tetap nihil.

Terus mengadu

Belakangan, pada 15 April 2014, Taufi k Kurniawan bersama 29 nasabah Gold Bullion mengadu ke Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan & Pengendalian Pembangunan (UKP4). Mereka mengadukan BKPM yang lalai dalam mengawasi penggunaan izin yang diberikan kepada Gold Bullion. “Kami juga melaporkan proses hukum pidana yang kami adukan ke polisi, yang enggak ada kemajuannya sama sekali, ke UKP4,” tambah Taufik.

Azhar Lubis, Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM, tak mau menanggapi seputar masalah yang menyeret lembaganya. “Saya sudah malas menjawab soal GTIS dan Gold Bullion,” kata Azhar. Asal tahu saja, sebagai perusahaan penanaman modal asing, Gold Bullion serta GTIS mengantongi izin usaha dari BKPM.

Di luar jalur hukum, perkembangannya malah tidak mengenakkan. Santoso masih ingat betul kejadian yang menimpanya 1 April 2014. Ketika itu, Ketua MUI Din Syamsudin mempertemukan Tim 9 dengan Aziddin, Direktur Utama GTIS.

Saat pertemuan yang tidak menghasilkan keputusan itu berakhir, sekelompok orang justru membuat keributan di luar kantor MUI di Jalan Proklamasi, Jakarta. Santoso yang baru keluar dari lift gedung MUI dipukul dan ditendang.

Berdasarkan hasil visum Rumahsakit Cipto Mangunkusumo, Santoso mengalami patah tulang tangan dan gegar otak sedang. Hari itu juga dia melaporkan kasus penganiayaan ini ke Polres Jakarta Pusat. “Sampai saat ini masih pemeriksaan saksi-saksi,” kata Santoso.

Kelompok orang yang menggeruduk MUI itu, Santoso mengungkapkan, sejak awal datang bersama Aziddin. Sayang, hingga tulisan ini naik cetak, bekas anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini tidak merespon permintaan konfi rmasi atas tuduhan tersebut.

Jadi, ke mana lagi masyarakat yang menjadi korban investasi bodong harus mengadu?


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 31 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×