Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. The Hongkong-Shanghai Bank Corporation (HSBC) menolak permintaan tambahan modal sebesar Rp 100 miliar yang diajukan PT Bintang Jaya Proteina Feedmill dan PT Sinka Sinye Agrotama. Pasalnya, utang sebelumnya yang sebesar Rp 685,16 miliar kepada HSBC belum jelas nasibnya.
Hal itu diungkapkan Swandy Halim, kuasa hukum HSBC dalam menanggapi draf proposal perdamaian yang diajukan dua perusahaan Sujaya Group tersebut. Dalam daftnya, selain kepada HSBC, Bintang Jaya dan Sinka juga meminta tambahan modal kerja dari PT Bank Permata Tbk sebesar Rp 200 miliar, dan dari pemegang saham Rp 50 miliar. "Yang dahulu saja belum jelas pengembaliannya, maka dari itu, kami belum bisa menerima rencana proposal perdamaian," ujar Swandy, Minggu (27/11).
Oleh karena itu, HSBC meminta Bintang Jaya dan Sinka merevisi kembali proposal perdamaian yang lebih realistis dan sesuai dengan kemampuan perusahaan. "Kami meminta debitur menawarkan proposal sesuai dengan kemampuan finansial, salah satunya dengan mengeksekusi aset yang dijaminkan kepada bank sebagai pembayaran awal," katanya.
Swandy melihat, langkah tersebut yang paling memungkinkan untuk dilakukan saat ini dalam membayar utang. Walaupun jaminan aset tersebut belum bisa menutupi seluruh total utang. "Untuk sisanya, itu yang akan direstrukturisasi," tambahnya. Saat ini, HSBC memegang jaminan berupa tanah dan pabrik di Singkawang, Kalimantan Barat.
Klausul lain yang diharapkan untuk diubah yakni terkait rencana Bintang Jaya dan Sinka untuk menerbitkan waran yang dapat dikonversi dengan nilai maksimal 49% saham kepemilikan. Hal itu dinilai HSBC sulit untuk direalisasi. Pasalnya, pembeli waran nantinya juga harus menanggung utang perusahaan yang terlampau besar. Sehingga belum tentu waran itu laku dibeli investor.
Fransiscus Alip, konsultan keuangan dari AJ Capital yang disewa oleh Bintang Jaya dan Sinka mengaku akan menampung masukan-masukan tersebut untuk memperbaiki proposal perdamaian. Meski begitu, sebenarnya ia yakin proses PKPU ini akan berakhir damai jika ada suntikan dana hingga Rp 300 miliar sebagai modal untuk terus menjalankan usaha. Apalagi, menurutnya, industri perunggasan saat ini sudah mulai membaik.
Sebab, menurut Alip, kesulitan keuangan yang dihadapi kliennya itu awalnya juga dikarenakan karena kondisi industri perunggasan yang lesu akibat faktor eksternal. Soalnya, jika dilihat dari sisi internal, segala sesuatunya baik-baik saja. Bahkan sebelumnya, perusahaan juga telah melakukan ekspansi besar-besaran. Untuk itu, seiring dengan adanya masukan dari kreditur, ia akan mengajukan tambahan waktu PKPU selama 90 hari pada rapat kreditur.
Salah satu pengurus PKPU Djawoto Jowono mengatakan, tagihan sementara yang sudah masuk untuk dua perusahaan itu saat ini adalah sebesar Rp 670,33 miliar untuk kreditur konkuren dan Rp 2 triliun untuk kreditur separatis. Nilai itu masih bisa berubah lantaran masih adanya perubahan sifat tagihan kreditur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News