Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Rupanya polemik sengketa antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan ribuan mantan karyawannya masih berlanjut. Kali ini, HIN menggugat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta dan Joko Sujono yang mewakili 1.062 bekas karyawan HIN.
Pengacara HIN, Tony Aries menjelaskan, perbuatan Disnakertrans DKI Jakarta yang telah menerbitkan Surat Penetapan Pengawas Ketenagakerjaan Dinaskertrans No.2352/2009 tertanggal 11 Mei 2009 tentang kekurangan pembayaran jaminan hari tua (JHT) merupakan sebuah perbuatan yang melanggar hukum (PMH). "Penerbitan penetapan itu merupakan tindakan yang melampaui tugas dan wewenang Disnakertrans yang diamanatkan putusan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan pusat (P4P)," katanya, Rabu (6/10).
Dia berdalih sebagaimana putusan P4P tertanggal 16 Juni 2005 dalam amarnya hanya menyebutkan bahwa pengawasan pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans hanya bertugas melaksanakan pengawasan terhadap putusan tersebut. Menurutnya, putusan itu bukan perintah terhadap Disnakertrans untuk menerbitkan penetapan tentang kekurangan pembayaran JHT terhadap 894 eks karyawan HIN dan PT Inna Wisata.
Tony menambahkan bahwa ketetapan 11 Mei 2009 merupakan hal yang menyimpang dari isi surat kesepakatan bersama tertanggal 4 Mei 2004 dan merupakan suatu perbuatan hukum yang keliru. "Seharusnya yang berwenang memberikan ketetapan adalah pengadilan," katanya.
HIN juga mengklaim telah melaksanakan pembayaran kekurangan JHT tertanggal 30 November dan 1 Desember 2005. Karena itu, HIN menuntut pengadilan membatalkan atau menyatakan penetapan itu tidak sah serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menanggapi gugatan baru HIN ini, Virza Roy Hizzal, kuasa hukum eks-karyawan Hotel Indonesia dan Hotel Inna Wisata cukup tenang. Dia menegaskan bahwa gugatan yang dilayangkan oleh HIN dari dalil dan objek sengketa sama dengan perkara sebelumnya.
Sebelumnya, HIN pernah mengajukan gugatan terkait penetapan JHT ini pada Juli lalu. Namun akhirnya harus kandas, pasalnya pengadilan menilai sengketa ini tidak berwenang diadili oleh pengadilan negeri melainkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN). Ini jadi kali kedua HIN mengajukan gugatan untuk membatalkan penetapan ini. HIN mengklaim memiliki bukti yang menegaskan bahwa Pengadilan Negeri berwenang mengadili sengketa ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News