Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan komitmenya dalam membrantas judi online di dalam negeri.
Wamenkominfo, Nezar Patria melaporkan Kominfo telah melakukan pemutusan akses kurang lebih 1,5 juta konten judi online sejak Juli 2022 s.d Maret 2024.
Selain itu, Kominfo juga memberikan peringatan dan teguran kepada salah satu platform global untuk membersihkan sekitar 1,6 juta konten judi online dalam periode tersebut.
Baca Juga: Prospek Emiten Konsumer Dibayangi Judi Online
"Kemudian kita kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk blokir yang namanya rekening untuk transaksi, bekerja sama juga dengan Bareskrim Mabes Polri untuk mengejar dan melacak pelaku judi online,” kata Nezar dalam keterangannya, Rabu (3/4).
Pihaknya juga mengatakan pemantauan hingga pemutusan akses terhadap berbagai konten judi online dilakukan setiap hari non stop selama 24 jam.
Tim AIS Kementerian Kominfo memantau penyebaran konten negatif menggunakan teknologi kecerdasan artifisial serta web crawling. Hal itu sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Kominfo dalam penanganan konten konten negatif, yang dilanjutkan dengan pemutusan akses atau takedown.
"Saat kita bicara di sini sekitar hampir 150 orang di Lantai 8 Gedung Kominfo lagi berperang melawan judi online. Bekerja 24 jam selama 7 hari dengan tiga shift," ungkap Nezar.
Nezar mengungkapkan pelaku judi online pada umumnya tidak berdomisili di Indonesia melainkan negara tetangga seperti Kamboja dan Myanmar.
Baca Juga: Berantas Judi Online, Pemerintah Kerja Sama dengan Platform Media Sosial
Menurutnya, pelaku judi online dari luar negeri melakukan rekrutmen dan menjadikan Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai penggerak judi online yang dari Indonesia.
"Jadi banyak anak Indonesia main ke kamboja dan Myanmar dengan ekspektasi tadinya bekerja di perusahaan developer game, ternyata sampai di sana mereka diminta bikin game yang di online (judi online) dan itu ribuan." jelas Nezar.
"Sampai di sana baru tahu kalau ternyata kerjaannya adalah itu. Ada yang karena bayarannya mahal melanjutkan, ada juga merasa suatu yang bertentangan dengan keyakinan dan prinsipnya mereka pulang ke Indonesia,” lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News