kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hingga Maret 2014, rupiah akan mengalami tekanan


Minggu, 08 Desember 2013 / 14:03 WIB
Hingga Maret 2014, rupiah akan mengalami tekanan
ILUSTRASI. Serial Euphoria yang dibintangi oleh Zendaya ini merupakan serial yang tayang di HBO dan kisahkan lika-liku kehidupan remaja masa kini.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Ketidakpastian global akibat tapering off yang akan dilakukan Amerika Serikat (AS) menjadi momok setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Nilai tukar mata uang garuda terus mengalami tekanan akibat rencana pengurangan stimulus quantitative easing (QE) yang hendak dilakukan negeri Paman Sam tersebut.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan investor terus menunggu kapan tapering off akan dilakukan. Di sisi lain, persoalan Janet Yellen yang disinyalir kuat akan menggantikan Gubernur Bank Sentral AS Ben Shalom Bernanke juga menjadi isu tersendiri.

Sekedar gambaran, Gubernur baru The Fed akan menggantikan Ben Shalom Bernanke, yang bakal mengakhiri masa jabatannya pada 31 Januari 2014. Keputusan mengenai siapa penggantinya bersamaan dengan perdebatan mengenai rencana The Fed mengurangi stimulus bulanan sebesar US$ 85 miliar.

Desas desus global inilah yang kemudian secara tidak langsung akan memberi tekanan pada rupiah. "Desember hingga Maret tahun depan adalah periode yang penting," ujar Mirza akhir pekan lalu. Karena itu, secara tidak langsung rupiah hingga Maret 2014 juga akan mengalami tekanan dengan adanya ketidakpastian ini.

Bukan tanpa alasan rupiah akan terganggu. Mirza menjelaskan investor asing banyak membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sekarang ini ada Rp 320 triliun total kepemilikan asing dalam Surat Utang Negara (SUN).

Jadi, dijelaskan Mirza, selama investor asing ini melihat pemerintah dan BI belum membuat respons yang benar untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, maka mereka akan menunggu. Mereka akan tunggu untuk masuk lagi ketika perbaikan di dua hal fundamental itu terus terjadi.

Persoalan di dua hal ini adalah persoalan lain di luar tapering off AS yang memang membuat investor menunggu untuk melakukan investasi. Sehingga, menurut Mirza, apabila dua hal ini dapat dperbaiki maka rupiah dengan sendirinya akan kembali menguat.

Namun apabila soal fundamental ini belum menunjukkan indikasi perbaikan yang serius maka rupiah akan terus mengalami pelemahan, yang diperberat dengan adanya persoalan tapering AS.

Sebelumnya, Mirza pernah mengatakan level rupiah di 11.500 adalah level rupiah yang cocok untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan. Dengan level rupiah ini, aktivitas impor akan menurun karena beban impor yang mahal serta eksportir akan melepas valuta asing (valas) dolarnya.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih melihat masalah AS ini memang memberikan sentimen negatif. Investor di portofolio yang ingin membeli SUN akan menunggu.

Karena itu, masih sangat terbuka gejolak terhadap rupiah hingga keputusan soal tapering diberikan. Di mana harapannya bulan Maret tahun depan sudah ada keputusan. "Karena itu kelihatannya rupiah masih akan ada dalam kisaran rawan yaitu antara 12.000-12.500," papar Lana.

Menurut Lana, semakin lama keputusan ini tidak dibuat akan semakin tidak menguntungkan bagi Indonesia. Eksportir dalam hal ini masih enggan melepas dolarnya ke pasar karena sentimen AS ini.

Padahal, fundamental rupiah sekarang ini sudah undervalue yang berarti sudah sangat murah. Sedangkan untuk dollarnya sudah sangat mahal. Dengan dollar yang sangat mahal ini seharusnya eksportir mau melepas dollarnya.

Di sisi lain, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menegaskan cepat atau lambat tapering off akan terjadi. Karena itu, yang penting dilakukan pemerintah dan BI adalah mengenai antisipasi perencanaan ke depan. "Yang penting protokolnya bagaimana," tandas David.

Langkah pemerintah melakukan Bond Stabilization Framework (BSF) sebagai antisipasi serta memperkuat cadangan devisa dengan melakukan Bilateral Swap Arrangement (BSA) adalah baik. Ini akan memberikan kepercayaan kepada pasar terhadap Indonesia yang ujungnya akan
memberikan penguatan terhadap rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×