Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah perlu menimbang lagi penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam bentuk barang sembako. Sebab, penyaluran bansos semacam ini rawan penyelewengan.
Memang, ekonom dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, hampir tidak ada model bansos yang sepenuhnya bebas dari potensi penyelewengan.
"Tetapi peluang penyelewengan itu semakin besar ketika sistemnya tidak dipersiapkan secara lebih baik. Apalagi bila tidak didukung data penerima bansos yang baik," jelas Piter kepada Kontan.co.id pada Senin (7/12).
Baca Juga: Faisal Basri: Sudah diingatkan, bansos tunai lebih efektif ketimbang bansos sembako
Piter menambahkan, pemerintah seharusnya dapat belajar dari kasus-kasus penyalahgunaan sebelumnya. Pemerintah perlu membangun sistem penyaluran bansos yang sudah sepenuhnya memanfaatkan teknologi informasi digital, serta didukung dengan data penerima yang lengkap.
Dari sana nantinya pengawasan dan pengecekan penyaluran bansos dapat dilakukan oleh semua pihak, sekaligus mengurangi minat dan peluang penyelewengan.
Ia menilai, penyaluran bansos berupa barang atau sembako rawan penyewengan. Piter menyebut, pemerintah dapat mencontoh pada model penyaluran kartu prakerja untuk program bansos ke depan.
Asal tahu saja, Menteri Sosial Juliari P Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan bansos penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial tahun 2020.
Selanjutnya: Pemerintah alokasikan anggaran untuk Bansos di tahun 2021 sebesar Rp 408,8 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News