Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Vonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yang dijatuhkan kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dinilai tidak adil.
Ketua DPP PKS Hidayat Nur Wahid menyatakan, keputusan vonis tersebut adalah penzaliman yang akan semakin menguatkan partainya.
"Ini akan semakin membuat PKS solid karena merasa dizalimi bukan demi hukum, melainkan karena hukum ditampilkan tanpa mempertimbangkan banyak fakta hukum yang ada," ujar Hidayat saat dihubungi, Selasa (10/12/2013).
Menurut Hidayat, kader PKS yang sebelumnya mengidolai Luthfi Hasan juga akan merasa perlakuan yang tidak adil. Hal ini, lanjutnya, akan menimbulkan militansi semangat juang yang gigih dari para kader.
"Kami akan buktikan bahwa PKS memang tidak terlibat, dan pihak-pihak yang terlibat korupsi telah diperlakukan tidak adil," ucapnya.
16 tahun
Luthfi Hasan Ishaaq tetap dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelahnya.
Dia dianggap melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf a,b,c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, Pasal 6 Ayat 1 huruf b dan c UU Nomor 25/2003 tentang TPPU.
Kemudian, ia pun dianggap melanggar Pasal 3 dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Luthfi divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, Luthfi terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman melalui Ahmad Fathanah dan terbukti melakukan pencucian uang.
Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Untuk tindak pidana korupsi, Luthfi dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Atas putusan ini, Luthfi langsung memutuskan untuk banding. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News