Reporter: kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Letusan Gunung Merapi meninggalkan banyak cerita. Gunung yang berada di Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten ini merupakan salah satu gunung paling aktif di dunia dengan ketinggian 2.968 meter.
Salah satu letusan Merapi yang masyarakat ingat adalah pada 26 Oktober 2010 silam. Pada hari itu, erupsi Merapi membawa serta puluhan warga serta juru kunci gunung, Mbah Maridjan.
Menurut pemberitaan Harian Kompas, 26 Oktober 2010, sebelum meletus status Gunung Merapi naik dari Siaga menjadi Awas. Erupsi terakhir, menurut ahli vulkanologi dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno, terjadi pada 1930.
Baca Juga: Pasca meletus, warga diimbau waspada lahar dingin Gunung Merapi saat musim hujan
Kala itu, letusan besar Merapi mengakibatkan 1.367 orang tewas. Sejak saat itu, erupsi Merapi cenderung lebih bersifat efusif dengan karateristik aliran lava dan awan panas piroklastik, masyarakat menyebutnya wedhus gembel.
Peningkatan aktivitas Gunung Merapi pada 2010 kemudian membuat 40.000 warga yang tinggal di kawasan rawan bencana III atau dalam radius 10 kilometer dievakuasi. Selain itu, peningkatan aktivitas Merapi juga ditandai dengan berbagai peristiwa alam.
Warga di Kabupaten Boyolali sebelumnya melihat belasan ekor kera dan burung turun dari hutan ke kebun-kebun penduduk. Lalu, warga di Dusun Karangbutan, Desa Sidorejo, Klaten merasakan adanya peningkatan suhu udara.
Baca Juga: Gunung Merapi semburkan awan panas, ada hujan abu tipis di Boyolali
Meski status Merapi ditingkatkan, juru kunci Merapi, Mbah Marijan tetap beraktivitas seperti biasa. Mbah Marijan saat itu mengaku masih kerasan tinggal di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan Sleman yang berjarak sekitar empat kilometer dari puncak Merapi.
Setelah menunjukkan berbagai aktivitas, Gunung Merapi akhirnya erupsi pada Selasa petang (26/10) pukul 18.10, 18.15, dan 18.25 WIB. Peristiwa ini kemudian diikuti oleh hujan abu yang membuat warga di sekitar lereng Merapi, terutama di Kabupaten Magelang dan Klaten, panik dan bergegas mengungsi.
Bahkan, warga yang sebelumnya enggan mengungsi, berbondong-bondong mendatangi tempat pengungsian pada malam harinya. Padahal sebelumnya, hanya sekitar 80 orang dari 5.000 warga yang mengungsi dari empat desa di Kemalang.
Harian Kompas, 27 Oktober 2010, menyebutkan, erupsi ini lebih besar dibanding peristiwa serupa pada 2006. Sebab, energi yang keluar lebih besar.
Baca Juga: Ini penyebab awan panas letusan Gunung Merapi menurut BPPTKG Yogyakarta
Bukan cuma itu, alur guguran material Gunung Merapi terus meluas dan menyebar dengan arah guguran menuju ke Magelang, terutama ke Kali Senowo dan Kali Lamat.
Akibat kejadian ini, sebanyak 32 orang meninggal termasuk Mbah Maridjan dan wartawan Vivanews.com, Yuniawan Wahyu Nugroho. Juru kunci Merapi ini ditemukan tewas di rumahnya yang merupakan dusun tertinggi dari puncak Merapi.
Sebelum erupsi, juru kunci Merapi yang dilantik Maret 1983 oleh Sultan Hamengku Buwono (HB) IX ini sempat menemui utusan Ketua PB NU Hasyim Muzadi yang ingin berkunjung Selasa pagi.
Jenazah 30 korban ditemukan di Dusun Kinahrejo, Kelurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, sedangkan satu korban lain meninggal setelah dievakuasi di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta.
Baca Juga: Topi awan serentak terjadi di empat gunung, ada fenomena apa?
Tak hanya sekali, erupsi dan banjir lahar dingin yang terjadi di Merapi pada Oktober hingga November 2010 menyebabkan hilangnya nyawa 151 orang. Angka pengungsi juga naik menjadi 320.090 jiwa.
Rentetan erupsi Merapi juga menyebabkan 291 rumah rusak dan satu tanggul di Desa Ngepos jebol akibat luapan lahar dingin.
Penulis: Rosiana Haryanti
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Erupsi Merapi Renggut Nyawa Mbah Maridjan"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News