Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja ekspor Indonesia naik pada Oktober 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pada bulan tersebut mencapai US$ 22,03 miliar.
Jumlah ini meningkat 6,89% mtm dari bulan September 2021 yang pada waktu itu tercatat US$ 20,61 miliar.
Tak hanya meningkat secara bulanan maupun tahunan, bahkan nilai ekspor mencetak rekor tertingginya menggantikan posisi Agustus 2021 yang tercatat US$ 21,43 miliar.
Peningkatan ekspor pada bulan Oktober 2021 didorong meningkatnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor.
Selain itu, peningkatan ekspor juga didorong oleh peningkatan berbagai harga komoditas, seperti Indonesia Crude Price (ICP) yang naik 13,03% mtm, batubara 27,58% mtm, minyak kernel naik 26,62% mtm, minyak kelapa sawit naik 10,62% mtm, serta komoditas karet, tembaga, timah, dan alumunium.
Baca Juga: Ekspor Indonesia dinilai masih bisa kecipratan berkah dari krisis energi
Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, Indonesia memang sedang ketiban berkah kenaikan harga komoditas. Ini disebabkan adanya krisis energi di beberapa negara seperti China, India, serta negara-negara di Eropa.
Namun, David mengingatkan, kenaikan harga komoditas ini tak akan berlangsung selamanya. Pasalnya, krisis energi yang didorong masalah persediaan bisa saja selesai setelah masalah teratasi.
“Kalau negara-negara tersebut sudah mulai cukup persediaannya, mereka akan mengurangi pembelian. Ini akan pengaruh ke harga komoditas dan tentu saja akan berpengaruh pada nilai ekspor Indonesia,” ujar David kepada Kontan.co.id, Senin (15/11).
David bahkan melihat, hingga saat ini sudah mulai ada beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga dalam satu pekan terakhir.
Seperti harga batubara yang turun 10,5% dengan harga di bawah US$ 150 per metrik ton. Bahkan, ini sudah kembali ke harga sebelum Covid-19 karena permintaan yang turun selama satu minggu terakhir. Selain itu, harga gas bumi tercatat turun 11% serta minyak turun 1,4% dalam sepekan ini.
Namun, David melihat, masih ada komoditas yang mengalami peningkatan harga, seperti nikel naik 2% serta Crude Palm Oil (CPO) yang masih menjadi idola ekspor dan naik 1%.
“Ini tentu akan memengaruhi ekspor pada bulan November 2021. Tidak akan setinggi bulan Oktober 2021 karena ada normalisasi harga,” jelasnya.
Dengan fluktuasi harga komoditas tersebut, David mewanti-wanti agar Indonesia tak bergantung pada harga komoditas. Ia mendorong agar pemerintah melakukan hilirisasi baik produk ekspor maupun negara tujuan ekspor.
Indonesia sudah memiliki pasar untuk ekspor barang elektronik, pakaian, alas kaki, bahkan ekspor Sumber Daya Alam (SDA) seperti hasil pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Sehingga, Indonesia bisa mendorong ekspor dari non komoditas ini.
Ke depan, David memperkirakan total ekspor di sepanjang tahun 2021 akan berada di kisaran US$ 200 miliar hingga US$ 220 miliar. Ini akan memperkuat kemungkinan neraca perdagangan di sepanjang tahun ini untuk mencetak surplus bahkan hingga US$ 35 miliar.
Selanjutnya: Surplus neraca perdagangan Indonesia cetak rekor US$ 5,73 miliar pada Oktober 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News