Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Devisa Hasil Ekspor (DHE) menjadi elemen penting ketahanan ekonomi Indonesia karena berkontribusi besar terhadap pundi-pundi cadangan devisa. Untuk tahun ini, peluang DHE untuk bisa tumbuh lebih pesat menuai hambatan lantaran kondisi global yang tidak bersahabat.
Kondisi global yang tidak mendukung utamanya berasal dari penurunan harga minyak dunia. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL) BI Wiwiek Sisto Widayat mengatakan harga minyak dunia yang lemah menyebabkan kinerja eksportir migas turun. Alhasil, setoran DHE perusahaan eksportir migas pun merosot.
"DHE berdasarkan free on board (FOB). Jadi begitu produksi ekspornya turun maka DHE akan terkena," ujarnya, Senin (23/2). Penurunan ekspor ini, diakuinya, sudah terjadi dengan melihat data ekspor migas yang terus turun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas pada bulan Januari 2015 tercatat US$ 13,3 miliar, turun 9,03% dibanding bulan sebelumnya yang sebesar US$ 14,62 miliar. Bila dibanding Januari 2014, ekspor migas turun 8,09% dari posisi US$ 14,47 miliar.
Penurunan harga minyak dunia di satu sisi positif untuk menurunkan impor, namun berdampak negatif bagi kinerja ekspor. Seberapa besar pengaruh harga minyak dunia yang menyentuh level US$ 60 per barel terhadap DHE, ia tidak dapat menjelaskan lebih lanjut.
Hanya saja, pos DHE yang bersumber dari eksportir migas akan merosot namun kontribusinya terhadap nominal DHE secara total tidak sebesar kontribusi eksportir non migas. Menurut Wiwiek, kontribusi DHE migas adalah 35%-40% dari total DHE sementara sisanya yaitu 60%-65% berasal dari non migas.
Data terakhir BIĀ mencatat total DHE adalah US$ 9 miliar-US$ 11 miliar, ini berarti DHE migas memberikan porsi sekitar US$ 3,15 miliar-US$ 3,85 miliar dan DHE non migas memberikan porsi US$ 5,85 miliar-US$ 7,15 miliar. "Porsi DHE non migas ini yang harus ditingkatkan," terangnya.
Harga minyak dunia yang turun menyebabkan harga komoditas dunia lesu. Inilah yang kemudian menyebakan ekspor Indonesia ke China dan Jepang yang didominasi oleh ekspor komoditas melorot. Malah, Amerika pada Januari 2015 tercatat sebagai negara dengan tujuan utama ekspor non migas terbesar dengan nilai US$ 1,25 miliar dengan pangsa pasar 11,17%, diikuti oleh Jepang sebesar US$ 1,15 miliar dengan pangsa pasar 10,27%, dan China sebesar US$ 1,08 miliar dengan pangsa pasar 9,66%.
Amerika naik peringkat lantaran ekspor non migas manufaktur yang sedang kompetitif. Ekspor non migas dengan memanfaatkan ekonomi Amerika yang membaik dan rupiah yang terdepresiasi harus dilakukan untuk menutupi turunnya DHE sektor migas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News