Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Nasib 73 penyandang cacat di ujung tanduk. Mereka terancam kehilangan tempat tinggal di Gedung Sanggar Karya Penderita Cacat, Yayasan Harapan Kita yang terletak di Jalan Cempaka Putih Raya, Jakarta Pusat.
Pasalnya, Yayasan Harapan Kita telah memaksa para penyandang cacat tersebut keluar dari lahan gedung seluas dua hektare itu. Yayasan melakukan upaya paksa setelah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sidang gugatan ini sudah bergulir, kemarin (1/7). Namun, majelis hakim yang diketuai Eri Mariani terpaksa menunda persidangan lantaran sebagai pihak tergugat, kehadiran para penyandang cacat di persidangan belum lengkap.
Sejatinya, para penyandang cacat ini sudah menempati gedung itu sejak 1975. Ketika itu, Tien Soeharto, istri mantan Presiden Soeharto, menampung para penyandang cacat ini agar bisa berkreasi dan mandiri. Di sanggar ini, para penyandang cacat bisa membuat usaha percetakan, konveksi, dan lainnya.
Seiring perjalanan waktu, pengelolaan sanggar ini diserahkan kepada adik tiri Soeharto, yakni Probosutedjo. Namun, ketika krisis moneter menghantam pada 1998, Probosutedjo yang lagi kesulitan keuangan, menyerahkan pengelolaan sanggar itu kepada Yayasan Harapan Kita.
Lantas, pada 6 Agustus 1998, Yayasan Harapan Kita membubarkan sanggar itu dan meminta para penyandang cacat mengosongkan lahan itu. Yayasan ini berencana membangun fasilitas sosial di atas lahan itu. Namun, para penyandang cacat itu menolak permintaan tersebut.
Para penyandang cacat langsung mengajukan gugatan atas pembubaran sanggar itu ke pengadilan pada 1998 silam. Namun, Mahkamah Agung menolak gugatan mereka.
Tetapi, para penyandang cacat bersikukuh tetap tak mau keluar. "Padahal, kami sudah menjanjikan ada pesangon bagi bagi yang mau keluar," ujar Yendrison, kuasa hukum Yayasan Harapan Kita.
Para penyandang cacat tak gentar menghadapi gugatan kali ini. Kuasa hukum para penyandang cacat Febi Yonesta mengatakan, negara harus harus melindungi para penyandang cacat ini karena hal ini diatur di konstitusi.
Kalaupun harus keluar dari tempat itu, para penyandang cacat ini menuntut Yayasan Harapan Kita menyediakan lahan perumahan pengganti. "Mereka berhak mendapatkan perumahan yang layak," tandas Febi.
Para penyandang cacat ini mencurigai yayasan akan mengkomersilkan lahan itu. Jika ini terjadi, Febi menuding, yayasan itu melanggar hukum karena tanah itu adalah milik negara yang tak boleh dikomersilkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News