Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Sejak diluncurkan pada awal tahun 2025, sistem Coretax yang dirancang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mendukung pelaporan pajak elektronik terus menjadi sorotan oleh Wajib Pajak.
Alih-alih mempermudah, banyak wajib pajak mengeluhkan berbagai masalah teknis yang mereka hadapi. Hingga kini, 19 hari sejak Coretax diluncurkan, media sosial X (sebelumnya Twitter) masih ramai dengan keluhan terkait sistem ini.
Salah satu pengguna, @a**g, mengungkapkan bahwa status faktur pajaknya tidak berubah meski sudah mencoba menyegarkan halaman berulang kali.
"@kring_pajak, bagaimana supaya faktur di Coretax berubah sudah di refresh dan ditunggu lama, gak berubah juga," tulisnya.
Baca Juga: KPK Siap Telusuri Dugaan Korupsi dalam Pengadaan Coretax DJP
Berdasarkan penelusuran KONTAN, permasalahan serupa juga dilaporkan oleh banyak pengguna lainnya, yang mengaku tidak dapat menyelesaikan proses pembuatan faktur.
Tidak hanya itu, seorang pengguna lain mengunggah tangkapan layar yang menunjukkan pesan error saat mencoba menginput retur pajak. Pesan tersebut menyebutkan bahwa hanya faktur pajak dengan status tertentu yang dapat diproses.
"Faktur Pajak Masukan Desember sudah saya kreditkan di efaktur, tapi waktu mau input nomor faktur di Coretax gak bisa," tulis pengguna X dengan akun @D**07.
Pengguna dengan nama akun @p**in turut mengeluhkan bahwa masalah di Coretax menyebabkan keterlambatan operasional di bulan Januari.
Meski demikian, ada beberapa pengguna yang mencoba memberikan apresiasi kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Akun @i**07 mencatat bahwa Coretax menunjukkan beberapa perbaikan.
"Coretax sudah mulai bagus, cuman untuk upload/approve faktur secara massal masih belum bisa. Harus satu-satu, dan itu memakan waktu lama," katanya.
Di tengah kekacauan ini, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, turut angkat bicara.
Ia menyatakan bahwa pemerintah terlalu terburu-buru dalam meluncurkan Coretax meski sistemnya belum siap sepenuhnya.
"Tidak ada tes secara proper yang dilakukan oleh konsultan, baik quality assessment maupun programmer-nya," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Minggu (19/1).
Huda menambahkan, pemerintah seharusnya bertanggung jawab lebih dari sekadar pernyataan maaf. Ia bahkan menyarankan agar Dirjen Pajak mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral.
Meskipun masyarakat dipastikan tidak didenda, namun secara kerugian negara ada dampaknya ketika aplikasi yang sudah dibangun tidak dapat dimaksimalkan oleh masyarakat.
Tak hanya itu, Huda juga menilai perlunya evaluasi terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Dirjen pajak sudah sepatutnya juga mundur apabila masih memiliki rasa malu dan bertanggung jawab terhadap problem (masalah) ini," katanya.
Baca Juga: Pajak Minimum 15% Resmi Berlaku, Pemerintah Pastikan Tak Berdampak ke UMKM
Selanjutnya: Prabowo Dorong Swasta Garap Infrastruktur, Celios: BUMN Sudah Diberi Porsi Banyak
Menarik Dibaca: Film 1 Kakak 7 Ponakan Siap Sentuh Hati Penonton Bioskop
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News