kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hambit dan Cornelis dituntut 6 tahun penjara


Kamis, 27 Februari 2014 / 14:43 WIB
Hambit dan Cornelis dituntut 6 tahun penjara
ILUSTRASI. Permintaan global masih tinggi di tengah terbatasnya pasokan. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/rwa.


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dua terdakwa kasus dugaan suap dalam pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi (MK) Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun, dengan pidana penjara masing-masing selama enam tahun. Jaksa juga menuntut pidana denda kepada Hambit dan Cornelis masing-masing sebesar Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Jaksa Ely Kusumastuti melilai, Hambit yang juga merupakan Bupati non-aktif Gunung Mas bersama-sama dengan Cornelis yang merupakan Komisaris PT Berkala Maju Bersama, terbukti menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar dengan uang sebesar 294,05 ribu dollar Singapura, 22 ribu dollar AS, dan Rp 766 ribu atau setara dengan Rp 3 miliar dan Rp 75 juta melalui anggota DPR Fraksi Golkar Chairun Nisa.

Pemberian uang tersebut dilakukan untuk mempengaruhi putusan perkara Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang diajukan oleh pasangan Alfidel Jinu-Ude Arnold Pisi dan duet Jaya Samaya Monong-Dading. Perkara tersebut ditangani oleh Akil Mochtar sebagai Ketua Majelis Hakim dan Maria Farida Indrati dan Anwas Usman sebagai hakim anggota.

"Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun dengan pidana penjara selama enam tahun dikurangi masa tahanan," kata Jaksa Ely Kusumastuti, saat membacakan tuntutan Hambit dan Cornelis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (27/2).

Hal-hal memberatkan Hambit dan Cornelis adalah perbuatan keduanya dilakukan ketika pemerintah sedang giat melakukan pemberantasan korupsi. Sedangkan hal-hal yang meringkankan yakni keduanya belum pernah dihukum, jujur dalam persidangan, serta mengakui dan menyesali perbuatan.

Hambit dan Cornelis dianggap terbukti melanggar dakwaan alternatif pertam, yakni Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Jaksa Ely menguraikan, pada 19 September 2013 lalu Hambit menemui Nisa di restoran di Hotel Sahid, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Hambit meminta Nisa untuk membantu mengurus permohonan keberatan terkait perkara Pilkada Gunung Mas dengan cara mendekati pihak-pihak MK.

"Chairun Nisa kemudian menghubungi Akil dengan mengirimkan pesan singkat berisi, 'Pak Akil, saya mau minta bantu nih untuk Gunung Mas. Tapi untuk incumbent yang menang.'," ujar Jaksa Elie.

Kemudian, pada 20 September 2013, Hambit menemui Akil di rumah dinasnya  di Jalan Widya Candra III, Jakarta Selatan untuk meminta bantuan terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Gunung Mas. Namun, Akil menyampaikan kepada Hambit agar dalam pengurusan perkara permohonan keberatan tersebut, Hambit berhubungan melalui Nisa saja.

Akil pun selanjutnya menetapkan Panel Hakim Konstitusi dengan susunan Akil Mochtar sebagai ketua merangkap anggota, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota. Lalu, Akil menghubungi Nisa kembali dan memintanya menyampaikan kepada Hambit agar meyiapkan dana sebesar Rp 3 miliar.

Kemudian Hambit dan Cornelis melakukan pertemuan dengan Chairun Nisa di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut Nisa menyampaikan bahwa Akil bersedia membantu dan meminta Hambit dan Cornelis menyiapkan uang sebesar Rp 3 miliar. Hambit kemudian menghubungi dan meminta Cornelis untuk menyiapkan uang tersebut yang akan diberikan kepada Akil. Cornelis pun menyanggupinya.

Pada 2 Oktober 2013, Hambit bertemu dengan Nisa di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya dan memberikan uang Rp 75 juta kepada Nisa. Dia pun mengontak dan membuat janji dengan Akil bahwa akan datang ke rumah Akil untuk menyerahkan uang dari Hambit tersebut.

Pada malam harinya, Nisa pun menemui dan mengambil uang dari Cornelis Nalau di Apartemen Mediterania Tanjung Duren, Jakarta. Selanjutnya, Nisa bersama dengan Cornelis mendatangi rumah dinas Akil membawa uang suap dengan total Rp 3 miliar serta Rp 75 juta. Tak lama berselang, petugas KPK datang dan menangkap ketiganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×