Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengaku kaget ketika Akil Mochtar, yang saat itu menjabat Ketua MK, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Menurut Anwar, proses penanganan perkara sengketa Pilkada di MK selalu sesuai prosedur.
"Saya kaget dan sangat terpukul karena sidangnya selama ini normal dan sesuai prosedur," ujar Anwar saat bersaksi untuk terdakwa Politisi Partai Golkar Chairun Nisa, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (13/2).
Anwar mengatakan, ia tak pernah menaruh rasa curiga terhadap Akil. Menurutnya, ia baru mengetahui keterlibatan Akil saat pertama kali diperiksa penyidik KPK.
"Saya baru empat bulan sejak Pak Mahfud pensiun. Sidang selalu prosedural tidak ada yang mencurigakan. Ketika saya dimintai keterangan KPK, baru saya tahu," terangnya.
Dalam perkara Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Akil Mochtar menjabat Ketua Panel. Sedangkan anggota panel yaitu Maria Farida Indrati dan Anwar Usman. Menurut Anwar, ketiga hakim menolak gugatan Pilkada Gunung Mas.
"Untuk permohonan bakal pasangan calon Buoati Gunung Mas, permohonan tidak dapat diterima," terangnya.
Dalam kasus ini, Nisa didakwa menerima Rp 3 miliar untuk Akil. Uang itu diterima Nisa dari pengusaha Cornelis Nalau Antun atas perintah Bupati Gunung Mas terpilih, Hambit Bintih. Nisa juga mendapat Rp 75 juta dari Hambit. Mulanya, Hambit meminta tolong kepada Nisa agar menghubungkan dirinya dengan pejabat di MK.
Tujuannya agar dalam putusannya, hakim menolak keberatan hasil Pilkada Gunung Mas sehingga kemenangan Hambit tetap dinyatakan sah. Akil pun menyetujui permintaan Hambit melalui Nisa. Akil menyatakan bersedia membantu dan meminta Hambit menyediakan Rp 3 miliar. (Dian Maharani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News