Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ketua Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DeTiKNas) yang baru saja terpilih Dr. Ilham Habibie menegaskan, sebagai bagian dari lembaga eksekutif, DeTIKNas turut merasa prihatin atas pemidanaan kerjasama penyelenggaraan 3G antara PT Indosat Tbk dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2).
Meski demikian, sebagai lembaga eksekutif yang menjunjung tinggi asas Trias Politika, DeTIKNas tidak ingin mencampuri urusan yudikatif.
"Kami hanya bisa mengimbau, bahwa keputusan majelis hakim atas kasus IM2 akan sangat besar terhadap penyelenggaraan industri internet dan telekomunikasi," kata Ilham, dalam konferensi pers DeTIKNas, di Jakarta, Rabu (5/3).
Sebagai catatan, saat ini kasus IM2 dengan tersangka Mantan Dirut IM2 Indar Atmanto masih ada tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA). Sementara untuk kasus yang sama dengan tersangka mantan Dirut Indosat JSS dan HS, masih di tingkat penyidikan di Kejaksaan Agung.
Menurut Ilham, apapun keputusan hakim dalam kasus IM2, akan berdampak besar sekali terhadap industri teknologi dan informasi. Sebab, ada ratusan perusahaan penyelenggara internet (Internet Service Provider / ISP) yang melakukan kerjasama dengan model bisnis serupa.
"Oleh karena itu, kami berharap ada kebijakan dari Majelis Hakim mengingat dampaknya yang sangat besar kepada masyarakat," kata Ilham.
Ilham menambahkan, dari sisi legalistik, DeTiKNas tidak bisa mengomentari lebih jauh kasus IM2.
"Tapi sekali lagi kami berharap majelis hakim mengerti bahwa putusan mereka akan berdampak sangat luas kepada industri dan kehidupan ekonomi bangsa. Jangan sampai, putusan hakim berdampak luas terhadap industri," papar Ilham.
Anggota DeTiKNas Setyanto P. Santosa menambahkan, saat ini Mahkamah Agung masih memproses kasus IM2. Dia berharap majelis hakim MA bisa arif dan bijaksana memutus perkara ini.
Bila dimungkinkan, MA melakukan rekonstruksi kembali kasus ini dari awal, sehingga akan didapatkan putusan yang arif dan adil.
"Kasus IM2 belum final. Kita harapkan MA mengadakan rekonstruksi ulang. Kasus ini menjadi perhatian kita bersama mengingat saat ini sudah menimbulkan ketidakpastian industri dan ekonomi," kata Setyanto.
Kekhawatiran DeTIKNas sejalan dengan kekhawatiran penyelenggara jasa internet yang bergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII).
Mereka khawatir kasus IM2 akan turut berdampak pada kelangsung bisnis mereka. Saat ini, sebagian besar anggota APJII merupakan perusahaan skala UMKM.
Bila IM2 dinyatakan bersalah, mereka juga akan dianggap bersalah dan akan didenda Rp 1,3 Triliun.
Denda ini tidak mungkin terbayar, sehingga akan mengakibatkan perusahaan bangkrut dan tidak mampu menyelenggarakan internet.
Walhasil, para pengguna internet pun akan tidak bisa menikmati layanan internet lagi.
Mereka menyayangkan kasus ini bergulir ke pengadilan. Padahal, regulator dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika berulang kali menegaskan tidak ada yang salah dalam kerjasama Indosat dan IM2.
Bisnis model Indosat dan IM2 juga dilakukan oleh ratusan
ISP lain di Indonesia (Common Practise).
Bahkan, organisasi telekomunikasi internasional Global System for Mobile Communications Association (GSMA) dan International Telecommunication Union (ITU) sempat melayangkan surat protes kepada Presiden soal dipidanakannya kerjasama Indosat dan IM2.
Kedua lembaga tersebut menegaskan bahwa model bisnis kerjasama Indosat dan IM2 adalah sah dan sesuai dengan peraturan yang ada.
Selain itu, kasus IM2 didasari atas motif pemerasan. Denny AK, Ketua Lembaga Swadaya Konsumen Telekomunikasi Indonesia (LSM KTI) selaku pelapor kasus IM2, justru divonis penajara 16 bulan karena terbukti memeras Indosat Rp 30 miliar. (Surya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News