Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sidang praperadilan belum diselenggarakan, namun mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo mencabut gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pencabutan gugatan disebut atas keinginan dari mantan Dirjen Pajak tahun 2001 itu.
Dicabutnya gugatan permohonan praperadilan lantas membuat Majelis Hakim membacakan putusan yang berisi permintaan pecabutan gugatan. "Menimbang bahwa meski permohonan ini belum dibacakan pemohon dan belum dijawab termohon, maka pencabutan ini tidak bertentangan dengan hukum, maka permohonan ini patut dikabulkan," kata Baktar Jubri Nasution di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/4). Namun, alasan dicabutnya gugatan tak dijelaskan Majelis Hakim.
Sementara itu, pencabutan gugatan dinyatakan oleh Kuasa hukum Hadi Poernomo, Maqdir Ismail. Dalam persidangan praperadilan, Maqdir menyatakan pencabutan gugatan atas permintaan dari kliennya. "Atas permintaan dari pemohon Yang Mulia, pemohon meminta gugatannya dicabut," kata Maqdir. Tak hanya itu, Maqdir mengaku pencabutan semata-mata bukan karna takut ditolak atau kalah dalam persidangan melainkan karena pengkajian kuasa hukum atas praperadilan.
Sementara, dari tim kuasa hukum KPK juga tidak mengetahui latar belakang dari pencabutan tersebut. Anggota Biro Hukum yang merupakan jaksa KPK, Yudi Kristian mengaku siap dan akan berusaha maksimal jika Hadi mengajukan gugatan kembali. "Saya tidak tahu latar belakang pencabutan pemohon. Gugatan praperadilan hanya media. Kalau upaya itu dicabut, itu bagian dari upaya media hukum dari pemohon. Semua hak pemohon," sebut Yudi Kristian.
Sebelumnya, KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka saat menjabat sebagai Dirjen Pajak terkait penerbitan keberatan surat ketetapan pajak penghasilan (SKPN PPh) tahun 1999-2003 yang diajukan BCA pada 17 Juli 2003.
Pada 13 Maret 2014, Direktur PPh mengirim surat pengantar kepada Dirjen Pajak HP (Hadi Poernomo). Surat itu berisi kesimpulan dari hasil telaah yang memutuskan menolak permohonan wajib pajak BCA. Pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo memerintahkan Direktur PPh dengan mengirimkan nota dinas untuk mengubah kesimpulan menjadi menerima bukan menolak.
Hadi Poernomo kemudian menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang memutuskan menerima wajib pajak BCA. Setelah itu, direktur PPh kemudian menyampaikan surat itu ke PT BCA. Atas perbuatan ini Hadi Poernomo menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 370 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News