Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketua Umum Afiliasi Global Ritel Indonesia (AGRA) Roy Mandey menilai upaya negosiasi yang ditempuh pemerintah Indonesia untuk merespons tarif impor Amerika Serikat (AS) hanya akan menjadi solusi jangka pendek.
Menurut Roy, langkah mitigasi jangka panjang merupakan langkah yang perlu diutamakan. Itu bisa berupa diversifikasi pasar ekspor, terutama ke negara selain AS.
“Kalau kita lolos, negosiasi kita lancar, kita bisa lolos dari tarif 32%. Tapi kalau kita ngak lolos, kita mesti punya mitigasi lain. Tak bisa hanya mengandalkan kesepakatan yang akan diteken ke depannya,” ujar Roy kepada Kontan, Senin (7/7).
Baca Juga: Kena Tarif Trump 32%, Indef Beberkan Dampaknya Ke Ekspor-Impor
Sebelumnya, pemerintah menyatakan tengah bernegosiasi agar produk ekspor Indonesia ke negeri Paman Sam tidak dikenakan tarif hingga 32% seperti pengumuman Presiden AS Donald Trump pada April lalu.
Roy menyebut, kebijakan ini bakal memengaruhi berbagai sektor perdagangan di Indonesia, di antaranya tekstil, alas kaki, elektronik, dan rempah. Imbasnya, nilai ekspor ke AS yang pada 2024 mencapai US$ 28 miliar berpotensi ambles ke US$ 17,9 miliar.
Merespons kebijakan tarif itu, pemerintah Indonesia telah melancarkan sejumlah upaya negosiasi dengan mengirimkan dua penawaran terkait peningkatan belanja dari AS untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia-AS yang dinilai defisit dan merugikan pihak AS.
Terkait itu, pemerintah kini sedang mendorong kesepakatan dengan skema B2B antara perusahaan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Namun menurut Roy, upaya itu belum cukup menjamin Indonesia terbebas dari risiko.
Baca Juga: Balas Tarif Trump 104%, China Akan Larang Semua Film dari AS
“Kita tak bisa melihat kesepakatan itu nantinya sebagai jaminan. Kalau setelah kesepakatan itu penurunan tarif tak jadi dirilis, dampaknya ke kita tetap ada,” ungkapnya.
Penurunan surplus ekspor menurut Roy bisa menggerus pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 hingga 0,5 poin.
Dalam jangka pendek, situasi ini juga bisa menekan daya beli, memperdalam pemutusan hubungan kerja (PHK), dan memperkecil peluang pertumbuhan di sektor manufaktur.
Baca Juga: Tarif Trump Sebabkan Malapetaka pada Rantai Pasokan Dunia, Bisa Bertambah Buruk
Karena itu, Roy mendorong pemerintah untuk segera mengakselerasi perluasan pasar ekspor, termasuk membuka akses ke negara-negara Asia Tengah dan Afrika.
“Kalau hanya bergantung pada AS, padahal sentimen politiknya makin tak terprediksi, kita yang rugi. Kita butuh mitigasi lewat ekspansi ke pasar non-tradisional seperti Asia Tengah, Timur Tengah, dan Afrika,” pungkas Roy.
Selanjutnya: Impor BBM dari AS Berisiko Kerek Harga BBM
Menarik Dibaca: KAI Layani 3,49 Juta Pelanggan Selama Libur Sekolah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News