kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hadapi Gelombang Covid-19 Omicron, Begini Saran Epidemiolog


Rabu, 09 Februari 2022 / 19:01 WIB
Hadapi Gelombang Covid-19 Omicron, Begini Saran Epidemiolog
ILUSTRASI. Puncak gelombang omicron di Indonesia diperkirakan akan terjadi akhir Februari 2022.


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memperkirakan puncak gelombang omicron di Indonesia terjadi di akhir Februari 2022 dan jumlah kasus Covid-19 akan bisa lebih besar 2-3 kali lipat dibandingkan puncak kasus gelombang varian delta.

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, penguatan tracking, tracing dan testing serta vaksinasi sangat perlu dilakukan saat ini. Penguatan perlu terus dilakukan walaupun kebijakan dan langkah pemerintah saat ini sudah ada di jalan yang benar.

Vaksinasi masih perlu ditingkatkan sehingga antar daerah akan setara tingkat vaksinasinya. "Sudah di arah yang benar nih sekarang, karena PPKM sudah diterapkan, sudah ada melakukan 3T (tracking, tracing, dan testing), 5M, dan vaksinasi, hanya tinggal penguatannya, hanya tinggal kesetaraannya di antar daerah," katanya Rabu (9/2).

Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, 9 Februari: Tambah 46.843 Kasus Baru, Jangan Abai Prokes

Untuk vaksinasi, Dicky bilang, saat ini kelompok lanjut usia (lansia) masih perlu dikejar untuk yang belum mendapatkan dua dosis atau dosis lengkap. Hal ini untuk melindungi mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan apabila terpapar Covid-19. "Kelompok lansia ini masih banyak yang belum dapat dua dosis, ini yang harus dikejar," ujarnya.

Penguatan 3T juga diperlukan dengan setidaknya 80% harus terdeteksi. "Tracing menjadi penting untuk adanya isolasi  karantina yang efektif ya tracingnya harus kuat, setidaknya 80% harus terdeteksi.Kemudian testing-nya juga," imbuh Dicky.

Dicky juga menyarankan pemerintah untun tidak perlu memberikan informasi-informasi yang masih terlalu mengedepankan hal-hal positif. Pemerintah disarankan untuk lebih apa adanya mengenai potensi baik dan buruk yang perlu diketahui oleh masyarakat.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, Selasa (8/2) mengungkapkan, pada puncak gelombang pertama penambahan kasus mingguan tertinggi sekitar 88.000 kasus, sementara di minggu lalu atau periode 31 Januari - 6 Februari 2022 penambahan kasus mingguan mencapai lebih dari 170.000 kasus atau dua kali lipat dari puncak lonjakan kasus gelombang pertama.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Global Tembus 400 Juta, Bertambah 100 Juta Dalam Sebulan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×