Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah baru saja menggelar kunjungan alias roadshow ke Eropa dan Timur Tengah untuk menjajaki penerbitan surat berharga negara (SBN) syariah berdenominasi mata uang asing yaitu global sukuk.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengklaim, respon dari investor asing sangat baik. Bambang mengatakan, roadshow seputar global sukuk berjalan lancar. Respon investor Timur Tengah sebagai basis penerbitan surat utang berbasis islami ini antusias.
"Selama saya di London, Jedah, dan Dubai, mereka positif, menganggap kita sudah kelola ekonomi dengan baik," ujarnya, Selasa (12/5).
Namun, Bambang masih merahasiakan target nilai dan waktu penerbitan global sukuk. Yang pasti, tenor global sukuk masih sama seperti tahun lalu, yaitu 10 tahun. "Itu tenor yang diminati banyak investor," terangnya.
Sekadar mengingatkan, penerbitan global sukuk tahun lalu sebesar US$ 1,5 miliar, pada 10 September 2014. Jumlah penawaran masuk lebih dari US$ 10 miliar atau oversubcribed di atas enam kali. Sebanyak 390 investor memesan global sukuk tahun lalu.
Sebarannya, berdasarkan wilayah, meliputi 35% investor syariah dari Timur Tengah, 10% investor Indonesia, 20% investor Asia selain Indonesia, 20% investor Amerika, dan 15% investor Eropa. Penerbitan sukuk berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) ini telah berjalan sejak 2009.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara menambahkan, respon investor terhadap perekonomian Indonesia jangka panjang adalah positif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan pertama yang hanya tumbuh 4,71% dilihat oleh investor masih baik bila dibanding dengan negara lain.
Salah satu hal yang ditanyakan oleh investor ialah mengenai strategi pajak. Investor khawatir dengan rasio pajak Indonesia yang rendah dan kinerja penerimaan negara yang loyo. Namun, pemerintah berjanji terus menggenjot kinerja penerimaan negara karena potensinya masih besar.
"Potensi pertumbuhan (masih tinggi) karena pembangunan infrastruktur semakin gencar," papar Suahasil. Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat global sukuk harus terbit sebelum Bank Sentral Amerika The Fed menaikkan suku bunga di September 2015.
Mengenai nominal, Josua melihat pemerintah harus menimbang dari dua sisi. Pertama, dari defisit anggaran yang bakal melebar. Di sisi ini, penerbitan global sukuk harus lebih besar dari US$ 1,5 miliar. Kedua, dari sisi manajemen utang. Penerbitan global sukuk ini akan memperbesar utang luar negeri pemerintah. Pemerintah harus melihat kemampuan membayar dan memperhatikan peringkat utang Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News