kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PBB: Genjot penerimaan pajak buat jaminan sosial


Kamis, 06 Februari 2014 / 16:40 WIB
PBB: Genjot penerimaan pajak buat jaminan sosial
ILUSTRASI. Mitra Tokoscore Jadi Lebih Mudah Cairkan Pinjaman Dengan 2 Fitur Baru Ini!


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Meski kebanyakan partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mendukung pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Partai Bulan Bintang (PBB) memutuskan untuk berbeda sikap. Sebab, PBB sejak awal menolak pengesahan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Parpol berazaskan Islam ini menilai BPJS hanya sebagai kamuflase dari pernyataan pemerintah tentang jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia. "BPJS tidak tepat karena dari awal kami melihat pemikiran tentang jaminan sosial yang masih mengambang," tegas M. S. Kaban, Ketua Umum PBB.

Partai berlambang bulan sabit dan bintang itu juga menganggap, dengan pengoperasian BPJS, pemerintah malah terlihat tidak sepenuhnya menjalankan perintah UU SJSN dan UU BPJS. Soalnya, jaminan sosial pada prinsipnya dijamin secara penuh negara dan untuk seluruh masyarakat tanpa pengecualian.

Nah, PBB melihat BPJS sebagai penyelenggara JKN lebih tampak sebagai perusahaan asuransi yang menjamin masyarakat miskin dan
umum. "Kesannya masyarakat dipaksa untuk ikut asuransi, karena warga miskin masih ada yang disuruh membayar iuran," kata Kaban.

Untuk itu, partai yang berdiri tahun 1998 ini berjanji program jaminan sosial menjadi tanggung jawab pemerintah dan pendanaannya akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. "Masyarakat miskin akan ditanggung sepenuhnya sampai sehat dan tidak ada sistem kelas pelayanan, semua sama," ujar Kaban.

B.M. Wibowo Hardiwardoyo, Sekretaris Jenderal PBB, mengatakan, pelaksanaan program jaminan sosial jangan sampai terkendala ketidakmampuan masyarakat untuk membayar. Makanya, PBB berusaha untuk meningkatkan pendapatan negara, lalu dialokasikan ke program jaminan sosial. "Harus ada jaminan sumber pendanaan jaminan sosial," imbuhnya.

Alhasil, perlu ada penyesuaian tarif pajak progresif atas penghasilan orang pribadi. PBB mengusulkan kenaikan tarif pajak penghasilan progresif orang pribadi. Penduduk yang mengantongi penghasilan sampai dengan Rp 50 juta kena tarif 10%, dari yang sebelumnya 5%.

Selain itu, PBB menjanjikan seluruh rakyat miskin bakal mendapatkan fasilitas jaminan sosial. "Bagi yang mampu bisa ikut asuransi swasta, misalnya, atau membantu mereka yang miskin," kata Wibowo.

Untuk meningkatkan pendapatan negara guna memenuhi kebutuhan jaminan sosial kepada masyarakat, juga perlu ada peningkatan penerimaan dari sektor pertambangan. "Barang tambang merupakan kekayaan negara, dan hasil kontrak karya merupakan objek pajak yang potensial," tambah Wibowo.

Cuma, yang perlu mendapat perhatian juga adalah potensi ledakan angka pensiun dalam beberapa tahun ke depan. Potensi ini perlu diantisipasi sejak awal agar tidak menjadi beban negara. "Sehingga, perlu ada kebijakan baru dengan menambah batas usia pensiun, contoh, dari usia 60 tahun menjadi 65 tahun," kata Wibowo.

Tapi, untuk batas usia mulai bekerja juga perlu ada penyesuaian. Misal, sebelumnya batas usia mulai bekerja adalah 18 tahun, diubah menjadi 22 tahun. meski begi tu, perlu ada peningkatan angka kesempatan bekerja, agar ketika banyak masyarakat yang bekerja, tabungan untuk persiapan hari tua akan meningkat.

Tak hanya itu, PBB juga menjanjikan peningkatan peran fasilitas kesehatan mulai dari tingkat puskesmas untuk memberikan kesadaran hidup sehat pada masyarakat. "Pola hidup sehat untuk mengurangi angka kematian penduduk khususnya pada usia produktif," ujar Wibowo.

Tinggal tunggu saja, janji-janji yang akan diperjuangkan PBB. Semoga bukan jargon politik semata.

Rakyat pasti menolak kenaikan tarif pajak

Program ekonomi yang ditawarkan Partai Bulan Bintang (PBB) mengandalkan peningkatan penerimaan negara untuk bisa maksimal memberikan program jaminan sosial. Tapi, program partai berazas Islam ini bakal sulit terealisasi karena membutuhkan komitmen dan keberanian dari para politikus PBB.

Bahruddin, pengamat pembangunan sosial dari Universitas Gajah Mada (UGM), mengatakan, program jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan menggunakan dana APBN atau APBD sulit terealisasi. "Sejarahnya, belum ada sebuah negara yang memberikan jaminan sosial untuk seluruh masyarakatnya," katanya.

Program tersebut memang pantas dijual oleh para politikus partai karena sedang memasuki tahun pemilu. Memang, program-program yang tidak memberikan beban sepeser pun bagi masyarakat sangat "merdu" di dengar oleh publik luas.

Secara teknis, untuk menjalankan program jaminan sosial perlu ada skema kontribusi. Skema ini, misalnya, bagi masyarakat yang tergolong mampu membayar lebih besar agar bisa membantu yang kurang mampu.

Bahruddin menilai, idealnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah berjalan terus didorong oleh seluruh pihak, baik partai politik, pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan tentunya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai pelaksana. "Tinggal implementasi BPJS saja yang masih kurang," ujarnya.

A. Prasetyantoko, pengamat ekonomi, mengatakan, program pajak progresif untuk penghasilan individu dan mendongkrak penerimaan pajak dari sektor pertambangan bisa saja dijalankan. "Tapi, program itu perlu komitmen politik yang kuat dari partai," kata dia.

Cuma masalahnya, program tersebut bakal mendapatkan banyak penolakan. Tentangan akan datang dari masyarakat lantaran beban pajaknya semakin besar. Kalau sudah begini, Partai tentu akan dihadapkan pada pilihan yang sulit. "Pertanyaannya, siap tidak partai bertentangan dengan masyarakat," ujar Prasetyantoko.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×