kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gaya hidup yang mendorong pejabat lakukan korupsi


Selasa, 12 November 2013 / 09:58 WIB
Gaya hidup yang mendorong pejabat lakukan korupsi


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Salah satu faktor seorang pejabat publik melakukan korupsi dikarenakan besarnya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi pejabat tersebut. Pengeluaran akan semakin besar apabila pejabat tersebut memiliki istri lebih dari satu orang.

Hal itu dikatakan politisi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, ketika dijumpai di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Senin (11/11). Sutan menambahkan, tak hanya jumlah istri, gaya hidup pejabat disinyalir juga menjadi penyebabnya. "Kebutuhan lebih besar daripada pendapatan, salah satunya banyak istri. Indikatornya demikian," katanya.

Pernyataan Sutan tersebut seolah ingin menyentil rekan sesama politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq. Mantan Presiden PKS itu saat ini tengah menjalani persidangan terkait kasus dugaan korupsi pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.

Luthfi dikabarkan memiliki tiga istri. Mereka adalah Sutiana Astika yang dinikahi pada Januari 1984, Lusi Tiarani yang dinikahi pada September 2000, dan Darin Mumtazah yang dinikahi pada Juni 2012.

Meski begitu, Sutan mengaku tak mempersoalkan jika seorang pejabat publik berpoligami. Menurut Sutan, hal itu merupakan hak setiap orang untuk bisa beristri lebih dari satu orang. Namun, ia menyayangkan sikap para pejabat berpoligami yang pada akhirnya harus melakukan korupsi demi memenuhi kebutuhan hidup.

"Tidak dilarang kan punya istri lebih dari satu. Yang tidak boleh itu adalah melebihi porsinya. Gaji bisa untuk satu istri, bikin empat, ya meninggal. Itu lho maksud saya, sehingga berkreasi terus dia untuk mendapatkan uang lebih," tegasnya.

Sementara itu, ketika ditanya apakah Komisi Pemberantasan Korupsi, Polri, dan Kejaksaan Agung perlu memeriksa para pejabat yang berpoligami untuk mencari adanya indikasi korupsi yang mereka lakukan, Sutan mengatakan tak perlu. Pasalnya, menurut Sutan, persoalan poligami hanyalah salah satu indikator yang menyebabkan pejabat melakukan korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×