kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gaungkan isu energi terbarukan, Ekonom sebut sawit masih tidak laku di G20


Minggu, 31 Oktober 2021 / 17:12 WIB
Gaungkan isu energi terbarukan, Ekonom sebut sawit masih tidak laku di G20
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo mengikuti foto bersama para pemimpin negara dalam KTT G20 di Roma, Italia, Sabtu (30/10).


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut momen presidensi Indonesia di G20 harus dimanfaatkan dengan optimal.

Meski tak semua isu dinilai bisa mulus untuk dimasukkan dalam pembahasan G20. Pasalnya dalam negara G20, tidak terdapat negara produsen minyak sawit besar lainnya seperti Indonesia.

"Kalau sawit kurang menarik karena negara G20 yang produsen sawit besar hanya Indonesia, sementara Malaysia tidak tergabung di G20," ujar Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (31/10).

Padahal, minyak sawit merupakan salah satu produk unggulan ekspor Indonesia. Selain itu, pada G20 kali ini, pembahasan isu lingkungan dan energi terbarukan pun menjadi salah satu topik utama.

Baca Juga: Kadin sebut presidensi G20 beri manfaat besar bagi Indonesia

Meski begitu, terdapat potensi lain yang harus dimanfaatkan oleh Indonesia selama memegang presidensi kumpulan 20 negara ekonomi terbesar di dunia tersebut. Presidensi G20 akan menjadi daya tarik Indonesia di sektor ekonomi global.

"Presidensi G20 perlu dioptimalkan agar posisi Indonesia dalam kerjasama perdagangan dan investasi bisa lebih memiliki daya tarik," terang Bhima.

Selain itu, Indonesia juga perlu mendorong usulan terkait kebijakan global pasca pandemi virus corona (Covid-19). Meredanya pandemi Covid-19 dinilai membuat sejumlah negara maju melakukan perombakan kebijakan moneter dan fiskal.

"Jangan sampai menimbulkan gejolak besar seperti taper tantrum 2013. Indonesia bisa beri rekomendasi yang taktis agar efek normalisasi tidak rugikan ekonomi negara berkembang," ungkap Bhima.

Selain itu pemberian stimulus pun mesti menjadi perhitungan dalam kebijakan global. Pasalnya saat ini masih terdapat sektor usaha yang memerlukan bantuan.

Bhima juga berharap selama presidensi Indonesia di G20 terdapat ide besar bagi kerjasama perdagangan dengan basis digital yang adil antar negara G20. Sejauh ini topik yang menguat adalah adanya pola perdagangan antar negara yang tidak adil.

"Misalnya keberadaan e-commerce justru membuat banjir impor, isu itu perlu diangkat dan Indonesia sebagai presidensi G20 tidak sekedar tuan rumah tapi perlu siapkan proposal yang solid," jelas Bhima.

Selanjutnya: Hingga kuartal III-2021, Mulia Boga Raya (KEJU) baru serap 20% dari anggaran capex

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×