Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pengamat menyebutkan, bergabungnya Prabowo Subianto dalam kabinet Indonesia Maju mempengaruhi elektabilitas Partai Gerindra ke depannya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengatakan, bergabungnya Prabowo dalam kabinet memberi keuntungan karena Gerindra terlibat dalam pemerintahan.
Baca Juga: Gerindra masuk pemerintah, Formappi sebut kelompok oposisi melemah
Namun di sisi lain hal ini bisa mengurangi elektabilitas Gerindra di Pemilu 2024 mendatang. "Apa yang dilakukan Prabowo hari ini semacam anomali politik yang tidak lazim," kata Adi kepada Kontan.co.id, Sabtu (26/10).
Adi mengatakan, bergabungnya Prabowo bukanlah keinginan konstituen pemilih Gerindra. Hal ini seperti hasil survei yang dilakukan pihaknya belum lama ini.
Dalam hasil survei tersebut, 40,5 % responden tak setuju Gerindra masuk pemerintahan dan 32,5 % setuju Gerindra bergabung dalam pemerintahan.
"Ini tentu menjadi pertaruhan besar bagi Gerindra ke depan. Kalo tidak bisa kembali meyakinkan para pendukungnya akan menjadi ancaman nyata bagi Prabowo, Gerindra di 2024 bukan hanya distrust publik tapi bisa tidak dipilih oleh masyarakat," ungkap dia.
Adi menilai, masuknya Prabowo dalam kabinet sebagai bentuk rekonsiliasi politik karena Prabowo merupakan simbol oposisi dan diyakini mampu mempermudah kerja sama antara pemerintah dan parlemen ke depannya.
Baca Juga: Wakil Menteri Pertahanan dilantik Jokowi, begini respons Prabowo Subianto
"Secara kursi (di DPR), Gerindra ini kan banyak sehingga dengan merangkul Prabowo jadi dukungannya juga mayoritas lah di situ sehingga keputusan politik Jokowi di parlemen bisa aman dan damai, tidak ada resistensi apa pun," ucap dia.
Meski begitu, Adi menilai kerja sama antara pemerintah dan DPR tidak serta merta mudah dalam membuat UU atau dalam tugas lainnya. Hal ini akan bergantung pada dinamika politik yang terjadi.
"Ya pasti alot karena politik kita aneh satu sisi kita tidak setuju, satu sisi kita bisa berkompromi terhadap suatu isu, contoh ketika ada revisi UU MD3 soal komposisi MPR semua parpol setuju. Artinya koalisinya memang cair, dukungan tergantung isu. UU non politik pasti ada dinamikanya, dan dinamika itu terjadi antara partai-partai pendukung jokowi juga," jelas dia.
Baca Juga: Selfie bersama Megawati dan Puan Maharani, begini ekspresi lucu Prabowo
Hendarsam Marantoko, Ketua DPP Partai Gerindra mengatakan, pihaknya tetap mengkritisi kebijakan pemerintah jika dirasa tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat.
"Kita tidak akan menjadi seorang yang yes man saja, jadi dirangkul untuk dibungkam, kita bukan seperti itu," ungkap Hendarsam kepada Kontan.co.id
Di sisi lain, kata dia, jika pemerintah berencana membuat regulasi yang bagus tentu pihaknya mendukung. Misalnya rencana pemerintah terkait omnibus law yakni sebuah undang-undang yang merevisi sejumlah bahkan puluhan aturan terkait investasi.
Hendarsam menilai, efisiensi kerja harus didasarkan pada efisiensi regulasi. Jadi tidak ada regulasi yang saling bertentangan atau tumpang tindih yang nantinya membuat suatu kebijakan tidak bisa berjalan.
Baca Juga: Begini respons Mahfud MD atas penolakan sebagian kalangan terhadap Prabowo Subianto
"Harus kembali lagi kepada azas-azasnya seperti apa, aturan mana yang lebih bisa digunakan dan tentunya untuk kemaslahatan bangsa dan negara," ungkap dia.
Di samping itu, Hendarsam berharap, ke depannya DPR tidak hanya fokus pada kuantitas UU yang dibuatnya tetapi lebih kepada kualitas UU tersebut.
"Utamakan kualitas dibanding kuantitas, tidak perlu keluarkan UU banyak tapi tidak bisa diterapkan," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News