Reporter: Hafid Fuad |
JAKARTA. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Rozik B. Sotjipto mengaku bahwa pihaknya bersedia untuk duduk bersama dengan pemerintah dalam membicarakan renegosiasi kontrak karya. Walaupun belum menjadi pembicaraan resmi namun hal ini akan menjadi langkah positif bagi kedua belah pihak setelah 40 tahun menjadi mitra.
Rozik menuturkan bahwa renegosiasi ini nantinya akan menjadi pembicaraan yang alot karena akan menyangkut banyak hal."Kami menargetkan renegosiasi ini akan selesai tahun ini juga," ujar Rozik saat dihubungi Kamis (16/2).
Ia menyatakan, ada poin-poin kontrak krusial yang akan dibicarakan. Beberapa di antaranya adalah besaran royalti, jangka waktu dan pengolahan yang dilakukan di dalam negeri. Kontrak ini juga akan berpengaruh bagi rencana Freeport yang akan melakukan investasi tambang bawah tanah yang diperkirakan akan membutuhkan investasi yang lebih besar.
Dengan demikian, Rozik berharap pemerintah juga akan mengerti jika biaya yang akan dikeluarkan oleh Freeport akan semakin membengkak."Semoga pemerintah bisa mengerti bahwa kami juga mengeluarkan biaya yang besar," ujar Rozik.
Rozik juga membantah bahwa selama ini perusahaan yang sahamnya dikendalikan oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc ini dianggap tidak kooperatif dan menolak melakukan renegosiasi kontrak. Ia mengklaim bahwa selama ini memang belum ada pembicaraan resmi yang meminta dilakukannya renegosiasi kontrak.
Pemerintah disebutnya serius ketika membuat tim renegosiasi kontrak. Ia menjamin renegosiasi kontrak ini tidak akan mungkin gagal. "Kedua pihak saling membutuhkan agar sama-sama menguntungkan," ujar Rozik.
Tuntut besaran royalti
Anggota Komisi VII DPR RI S.W Yudha menyambut langkah tersebut sebagai sesuatu yang positif karena Freeport harus menyadari bahwa saat ini kondisi negara kita sudah berbeda. Saat ini kita sudah mempunyai sumber daya dan modal untuk mengolah SDA negara ini. Walaupun Freeport masih menyisakan waktu kontrak hingga 20 tahun lagi, namun ini membuktikan bahwa Freeport mempunyai niat baik untuk beroperasi lebih lama lagi."Ini niat baik dari Freeport jika masih ingin beroperasi di Indonesia," ujar Satya.
Selain tekanan yang diberikan pemerintah, Satya juga menyebutkan bahwa keinginan Freeport melakukan penambangan bawah tanah menyebabkan mereka bersedia membicarakan renegosiasi kontrak. Rencana tambang bawah tanah tersebut akan membutuhkan analisa mengenai dampak lingkungan."Renegosiasi tersebut akan berpengaruh pada konsesi yang baru nantinya," ujar Satya.
Satya juga berharap pemerintah bisa tegas dalam melakukan renegosiasi, khususnya dalam soal royalti yang baru. Pemerintah harus berani untuk mematok royalti di angka 5%."Dengan Newmont kami bisa dapatkan royalti 12%, kenapa yang ini tidak?," tandas Satya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News