Reporter: Bidara Pink | Editor: Adinda Ade Mustami
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pandemi Covid-19 tak hanya semakin menekan perekonomian, tetapi juga stabilitas keuangan. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) dinilai perlu fokus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Salah satunya, dengan menahan bunga acuan di level 4,5%, setelah dua kali pemangkasan masing-masing 25 basis poin.
Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi memandang, BI sebaiknya menahan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 13-14 April 2020.
Baca Juga: Perry Warjiyo: Skenario terberat pertumbuhan ekonomi anjlok ke 1,1%
Menurutnya, saat ini bank sentral lebih baik fokus ke nilai tukar rupiah yang masih rentah karena tekanan capital outflows akibat pandemi Covid-19.
"Ini seiring juga tekanan faktor eksternal dan domestik terkait ekspektasi investor global dan pelaku pasar finansial," kata Eric kepada KONTAN, Minggu (12/4).
Ekonom Bank Pertama Josua Pardede juga melihat BI bakal menahan bunga acuannya bulan ini, meski masih ada ruang penurunan sejalan dengan respon kebijakan bank sentral di negara-negara maju yang akomodatif dan bahkan mendekati level 0% di tengah pandemi Covid-19.
Baca Juga: Rupiah perkasa di bawah Rp 16.000, ini kata Gubernur BI Perry Warjiyo
"Tapi, BI perlu fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam rangka menjaga confidence pelaku pasar di tengah masih tingginya ketidakpastian global akibat Covid-19," tegas Josua.
Ia mencatat, one month volatility rupiah, meningkat menjadi 26% dalam tiga minggu terakhir. Selain itu, rupiah juga tercatat mengalami depresiasi sekitar 14,5% year to date (ytd) dan menjadi nilai tukar yang mengalami depresiasi terbesar di kawasan Asia secara tahun kalender.
"Oleh karenanya, bila BI menahan suku bunga acuan diperkirakan akan dapat membatasi capital flight dari pasar keuangan domestik dalam jangka pendek ini," tambah Josua.