kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Faisal Basri: Sehatkan ekonomi dulu, peningkatan penerimaan pajak kemudian


Rabu, 08 September 2021 / 07:58 WIB
Faisal Basri: Sehatkan ekonomi dulu, peningkatan penerimaan pajak kemudian
ILUSTRASI. Faisal Batubara atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri adalah ekonom dan politikus asal Indonesia


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan otoritas terkait tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Langkah yang diambil oleh pemerintah tersebut untuk menggenjot penerimaan negara. Apalagi, penerimaan cukup seret akibat pandemi Covid-19 yang memukul seluruh aspek baik sosial, kesehatan, maupun ekonomi.

Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri kemudian menyoroti akan hal itu. Menurutnya, upaya pemerintah tersebut sebenarnya baik, tetapi masih diterapkan dalam waktu yang tidak tepat.

Apalagi, beberapa hal yang dibahas terkait hal ini adalah, rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada jasa pendidikan, kesehatan, dan sembako tertentu.

Baca Juga: Faisal Basri: Indonesia tak perlu tiru China yang atur tarif bimbingan belajar

“Ini barang bagus, tapi timing-nya (waktunya). Momennya agak repot memang. Namun, memang dalam hal ini komunikasi pemerintah agak kurang. Pemerintah juga perlu membuat klasifikasi pengenaan pajak,” ujar Faisal dalam B-Talk Kompas TV, Selasa (7/9).

Dalam hal ini, kemudian Faisal menyarankan, lebih baik pemerintah menaikkan basis pajak secara keseluruhan dengan cara menyehatkan ekonomi terlebih dahulu.

Untuk itu, pemerintah perlu menekan angka kemiskinan, mendorong agar mayoritas masyarakat Indonesia masuk ke kelas menengah. Apalagi, saat ini 52,8% masyarakat Indonesia masuk ke dalam kelompok rentan miskin, alias dalam kondisi tidak aman atau insecure.

Kemudian, pemerintah juga perlu lebih kuat lagi dalam mendorong industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Karena sebagian besar usaha di Indonesia adalah UMKM.

“Kalau kondisinya begini, masyarakat yang insecure tidak bayar pajak. Kalau sejahtera, maka mereka akan bayar pajak dan ini akan meningkatkan penerimaan pajak, terutama Pajak Penghasilan (PPh),” tegasnya.

Lebih lanjut, Faisal juga menyarankan agar pemerintah menggodok lebih masak lagi agenda transformasi. Dalam hal ini, ia menyenggol Badan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Setahu saya, Bappenas sedang menyusun. Transformasi ini akan membuat bibit unggul ekonomi bermunculan. Kalau berhasil, buahnya ranum dan bisa dipetik oleh negara,” tandas Faisal.

Baca Juga: Tolak wacana pajak pendidikan, Faisal Basri: Pendidikan itu tanggungjawab pemerintah

Asal tahu, pemerintah berencana akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan termasuk sekolah sebesar 7% dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Namun, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini pemerintah masih fokus dalam menangani pandemi serta fokus memulihkan ekonomi.

Yustinus menegaskan pemerintah memastikan wacana penerapan pajak pendidikan masih sangat jauh serta sangat hati-hati dalam mendengarkan masukan dari banyak pihak, juga sasarannya akan sangat fokus dan terbatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×