kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45916,01   -19,50   -2.08%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Faisal Basri: Indonesia tak perlu tiru China yang atur tarif bimbingan belajar


Rabu, 08 September 2021 / 07:41 WIB
Faisal Basri: Indonesia tak perlu tiru China yang atur tarif bimbingan belajar
ILUSTRASI. Faisal Batubara atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri adalah ekonom dan politikus asal Indonesia.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah China akan mengatur tarif biaya bimbingan belajar dalam rangka pemerataan kesejahteraan. Kantor berita nasional China Xinhua mengatakan, sistem pengaturan ini berupa penetapan batas bawah dan batas atas biaya les, uang pendaftaran, dan gaji guru bimbingan belajar.

Tujuannya, agar bimbingan belajar ini tidak menjadi beban mental bagi anak-anak berusia 6 tahun hingga 15 tahun dan tidak menjadi beban biaya bagi para orang tua.

Ekonom senior Faisal Basri mengatakan, Indonesia tak perlu meniru China dalam mengatur biaya pendidikan tambahan tersebut.

“Ini kan konteksnya private. Sudahlah, tidak usah diatur. Masa orang mau les tarif ditentukan. Nanti repot negaranya. Biarlah negara China saja,” ujar Faisal dalam acara B-Talk Kompas TV, Selasa (7/9).

Baca Juga: Tolak wacana pajak pendidikan, Faisal Basri: Pendidikan itu tanggungjawab pemerintah

Faisal menambahkan, sebaiknya pemerintah Indonesia fokus saja terhadap pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah. Terkait dengan kualitas pendidikan, dan juga terkait pendidikan.

Apalagi, saat ini pemerintah berencana akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan. Padahal, selama ini jasa pendidikan masih dikecualikan dalam objek Jasa Kena Pajak (JKP).

Faisal mengatakan, pendidikan formal ini merupakan tanggung jawab dari pemerintah, untuk membangun bangsa ke depannya, meningkatkan literasi, kemajuan teknologi, dan lain-lain. Maka tidak elok kalau sampai harga pendidikan jadi melambung karenanya.

“Mau yang (sekolah) mewah, mau yang (sekolah) tidak mewah. Tetap no tax for education (tak ada pajak bagi pendidikan). Jangan karena pemerintah tidak sanggup (mendulang pendapatan), maka upayanya diperluas ke private sector. Apalagi eksternalitas pendidikan tinggi,” tandasnya.

Asal tahu, pemerintah berencana akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan termasuk sekolah sebesar 7% dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Baca Juga: Belum sekarang, pajak jasa pendidikan baru akan diberlakukan pasca pandemi Covid-19

Namun, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini pemerintah masih fokus dalam menangani pandemi serta fokus memulihkan ekonomi.

Yustinus menegaskan pemerintah memastikan wacana penerapan pajak pendidikan masih sangat jauh serta sangat hati-hati dalam mendengarkan masukan dari banyak pihak, juga sasarannya akan sangat fokus dan terbatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×