Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan bea impor untuk komoditas pangan seperti gula bisa menjadi solusi mendorong pengembangan perkebunan tebu dan perbaikan ekonomi petani tebu di dalam negeri. Karena itu, dibutuhkan niat baik dari pemerintah untuk mengutamakan pengembangan komoditas pertanian dalam negeri.
Hal itu dikatakan pengamat ekonomi Faisal Basri, Senin (14/1). Menurut Faisal, bisa saja pemerintah menerapkan bea impor agar ada upaya untuk pembenihan, restrukturisasi pabrik dan meningkatkan rendemen.
Namun, ia melihat, pemerintah malah cenderung mencari opsi jangka pendek dengan melakukan impor daripada melakukan pembenahan dan membantu petani. Padahal menurutnya, pengembangan sektor produksi perkebunan juga harus didorong. "Diperlukan peningkatan luas areal perkebunan dan upaya meningkatkan produktivitas usaha tani," katanya.
Harapannya dengan memberikan asistensi pada petani tebu, hasil rendeman gula bisa meningkat, kualitas dan harga jadi bersaing dan otomatis meningkatkan minat perkebunan sektor tersebut.
Sedangkan dari sektor hilir dalam catatan Faisal, kondisi pabrik gula dalam negeri butuh perhatian lebih. Pasalnya dari 45 pabrik milik BUMN yang dijalankan oleh PTPN dan RNI, hanya 25% yang memiliki kapasitas produksi di atas 4.000 ton per hari. Sementara hingga 78% pabrik gula di Jawa berumur lebih dari 100 tahun sehingga tidak lagi efisien.
Selama ini pemerintah melalui BUMN memang sudah menggelontorkan anggaran untuk revitalisasi pabrik gula. Dalam catatan Kontan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III sendiri telah menganggarkan Rp 23 triliun untuk memperbaiki sektor gula konsolidasi perseroan.
Rencananya, produksi gula BUMN tahun 2018 diproyeksikan sebanyak 1,19 juta ton atau meningkat dibanding tahun lalu yang hanya 1,16 juta ton. Kemudian dalam 5 tahun ke depan, sesuai dengan roadmap gula BUMN, produksi gula pemerintah dapat meningkat menjadi 3,2 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News