kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Faisal Basri: Ekonomi butuh energi baru, apa itu?


Jumat, 06 Oktober 2017 / 12:50 WIB
Faisal Basri: Ekonomi butuh energi baru, apa itu?


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat ekonomi Universitas Indonesia menilai, secara umum, evaluasi kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo terbilang solid. Apalagi, ada dukungan dari legislatif yang mencapai 69 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Yang menjadi pertanyaan, mengapa pertumbuhan ekonomi kita tidak melejit dan ada keluhan kelesuan pasar dan penurunan daya beli?

"Ya, kalau kita lihat memang dari tahun 1961 sampai semester I 2017, jelas terlihat nyata sekali, tren penurunan pertumbuhan ekonomi. Kita pernah double digit, 10%, 9%, dan 8% average. Tapi empat tahun terakhir, pertumbuhan menjadi 5%. Jadi, hampir semua indikator ekonomi jangka pendek bisa dikatakan bagus. Lihat saja suku bunga yang trennya menurun, nilai tukar rupiah stabil, serta cadangan devisa naik tertinggi sepanjang sejarah. Selain itu, ekspor pada tahun ini juga positif," urai Faisal kepada Kontan.co.id.

Di sisi lain, kestabilan ini seharusnya menjadi modal dasar untuk bisa berlari lebih cepat. Hanya saja, untuk berlari cepat dibutuhkan syarat cukup. Misalnya saja, energi untuk berlarinya cukup, memastikan detak jantung beres, hingga memastikan persendian kaki baik semua tidak ada pengapuran.

Faisal menjelaskan, persendian itu diibaratkan dengan sektor riil. "Dan ternyata, setelah diperiksa ada pengapuran di persendiannya. Apa itu? industri. Industri kan share-nya terbesar di ekonomi, tapi pertumbuhannya melambat terus. Nah, yang tumbuh kencang adalah sektor jasa. 14 sektor jasa ini kalau digabung, pertumbuhannya dua kali lipat ketimbang pertumbuhan sektor barang. Sektor barang itu pertanian, pertambangan, dan industri manufaktur. Nah, ini yang agak kena pengapuran," urainya.

Oleh karena itu, lanjutnya, dibutuhkan apa yang namanya akselerasi industrialisasi dan pembangunan sektor pertanian yang bisa meningkatkan produktivitas.

Selain itu, pembangunan yang dilakukan pemerintah juga harus seimbang. Hal ini tercermin dari kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit yang masih jauh dari titik tertinggi dari yang pernah dicapai yakni 60,8%. Kalau sekarang posisinya baru 40%.

Faisal berharap, dari kondisi saat ini, muncul energi baru. "Energi barunya apa? Mungkin adalah digital ekonomi. Bagaimana agar peranan fintech mampu mendongkrak sektor-sektor yang lambat tadi," katanya.

Kemudian, yang kedua, industri 4.0, seperti automation. "Tapi ini juga harus dilihat lagi dampaknya terhadap pengangguran," jelas Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×