Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, tidak ada kejadian luar biasa yang menyebabkan daya beli masyarakat secara keseluruhan tiba-tiba merosot
Pasalnya, dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan riil konsumsi masyarakat (private consumption) mencapai rata-rata 5%. Pertumbuhan nominal konsumsi masyarakat pada triwulan I-2017 masih 8,6%. Jadi, baik secara nominal maupun riil, konsumsi masyarakat masih naik.
Ia mengatakan, memang benar kenaikan konsumsi masyarakat sedikit melambat menjadi di bawah 5% atau persisnya 4,93% pada triwulan I-2017, tetapi jauh dari merosot atau turun sebagaimana banyak diberitakan belakangan ini.
“Ini ada persoalan semantik semata jadi kalau konsumsi masyarakat sekarang tumbuhnya 4,93% dianggap itu lesu padahal masih tumbuh tapi melambat. Berbeda dengan merosot. Ada jutaan barang dan jasa, dan ada 100 yang turun omzetnya, dianggap lesu, tidak bisa,” ujarnya di kantor INDEF, Jakarta, Selasa (8/8).
Namun demikian ia berpendapat boleh jadi ada kelompok masyarakat yang memang mengalami penurunan daya beli. Pegawai negeri setidaknya sudah dua tahun tidak menikmati kenaikan gaji sehingga sangat boleh jadi daya belinya turun.
Adapun selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, nilai tukar petani menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunan paling tajam dialami petani tanaman pangan. Upah riil buruh tani juga turun. Demikian pula upah riil buruh bangunan.
Ketiga kelompok itu menurutnya, berada di kelompok masyarakat 40% terbawah dalam strata pendapatan (bottom-40). Nilai konsumsi kelompok ini relatif kecil dalam keseluruhan konsumsi masyarakat. Di kelompok ini yang mengalami peningkatan daya beli adalah nelayan tangkap sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan nilai tukar (terms of trade).
Ia melanjutkan, strata masyarakat 40% di tengah (mid-40) dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni lower-middle, mid-middle, dan upper-middle.
“Dinamika setiap kelompok itu berbeda-beda. Pegawai negeri, TNI/Polri, dan pensiunan/purnawirawan mengalami kecenderungan penurunan daya beli karena setidaknya sudah dua tahun tidak menikmati kenaikan gaji atau uang pensiun. Sebaliknya, kelompok professional di berbagai sektor, terutama sektor jasa, sangat boleh jadi menikmati kenaikan upah riil sehingga daya belinya naik,” jelasnya.
Kelompok kaya (top-20) ada yang mengalami penurunan pendapatan Karena kemerosotan harga komoditas, tetapi ada juga yang menikmati kenaikan pendapatan.
“Jadi, paling betul daya beli turun dari bottom 40. 40% rakyat termiskin, Jadi tidak otomatis nasionalnya turun karena 40% ini share-nya 17%,” kata dia.
Adapun menurut menurutnya masyarakat lower middle juga sudah kena penurunan daya beli gara-gara penyesuaian TDL, “Mereka magnitude-nya besar sekitar 36%,” ucapnya,
Yang lebih perlu diwaspadai lagi adalah kecenderungan penurunan konsumsi kelompok masyarakat bottom-40, demi alasan keadilan, pemerataan, dan pengentasan penduduk di bawah garis kemiskinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News