kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Empat alasan mengapa pemerintah menunda pembatasan BBM bersubsidi


Selasa, 22 Maret 2011 / 16:45 WIB
Empat alasan mengapa pemerintah menunda pembatasan BBM bersubsidi
ILUSTRASI. Penumpang melintas disamping Monitor jadwal penerbangan yang memperlihatkan pengumuman Dibatalkannya penerbangan di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.


Reporter: Hans Henricus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pemerintah tetap menunda pembatasan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menteri Koordinator Perekonomian Rakyat, Hatta Rajasa mengemukakan sejumlah alasan terkait keputusan itu.

Pertama, pertimbangan fluktuasi harga energi maupun pangan. Kedua, kesiapan menghadapi pembatasan BBM bersubsidi. "Kesiapan jangan hanya diartikan kesiapan fisik, tapi juga kesiapan masyarakat untuk menerima itu," ujar Hatta Rajasa di kantor Wakil Presiden, Selasa (22/3).

Ketiga, pertimbangan menjaga laju inflasi dan daya beli masyarakat. Keempat, kesiapan infrastruktur dan beban terhadap transportasi dan kelancaran arus barang.

Hatta bilang, setiap kebijakan mengenai BBM bersubsidi harus benar-benar matang lantaran berkait erat dengan kegiatan perekonomian nasional. "Kita tidak ingin ada suatu distorsi yang justru menimbulkan efek kurang bagus," imbuhnya.

Menurutnya, pemerintah paham gejolak harga minyak dunia bisa menekan fiskal dalam APBN. Makanya, kata Hatta, saat ini Menteri Keuangan sedang bekerja bersama Badan Anggaran DPR untuk melihat dampak gejolak harga minyak terhadap kondisi fiskal, termasuk mengkaji dampaknya terhadap defisit anggaran.

Dia juga meminta jangan terpengaruh terhadap keputusan sembilan negara yang telah menaikkan harga bahan bakar minyak jenis premium. Adapun sembilan negara itu adalah Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, China, Jepang, India, Korea Selatan, dan Australia. "Jangan selalu melihat seakan-akan rumput tetangga itu lebih baik, kita harus pertimbangkan dan pertimbangannya banyak," kata Ketua umum Partai Amanat Nasional itu.

Yang jelas, Hatta tidak bisa memastikan sampai kapan penundaan maupun apakah pembatasan BBM bersubsidi itu tetap berjalan tahun ini. Pokoknya, kata Hatta, pemerintah tidak diam tapi bekerja mencari solusi terbaik.

Sebagai informasi, ada tiga opsi pengendalian BBM bersubsidi hasil kajian akademik yang dipimpin mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Anggito Abimanyo. Pertama, harga premium naik sebesar Rp 500. Opsi ini hanya untuk kendaraan pribadi.

Kedua, mengalihkan konsumsi BBM kendaraan pribadi dari premium ke pertamax. Dalam opsi ini diharapkan pemerintah bisa mengatur harga pertamax itu sebesar Rp 8.000 per liter. Ketiga, penjatahan premium memakai kartu kendali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×