Reporter: Asep Munazat Zatnika, Fahriyadi | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus selama Juli 2014 lalu sebesar US$ 123,7 juta. Meski begitu, sejatinya nilai ekspor negara kita di bulan itu menurun ketimbang periode yang sama di tahun 2013.
Penurunan ekspor juga terjadi pada sektor non-minyak dan gas bumi (migas). Tapi, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyatakan, ekspor pertambangan yang naik 0,7% menjadi US$ 1,8 miliar membuat penurunan ekspor non-migas tidak terlalu dalam. Dan, pertambangan merupakan satu-satunya sektor non-migas yang tidak turun ekspornya.
Makanya, Bayu berani memprediksikan, kenaikan ekspor pertambangan bakal berlanjut di bulan berikutnya. "Perkiraan kinerja ekspor pertambangan pada Agustus akan lebih baik, menyusul sejumlah perusahaan tambang kembali melakukan ekspor," kata Bayu, Selasa (2/9).
Salah satu perusahaan tambang yang akan mendorong kinerja ekspor pertambangan pada Agustus adalah PT Freeport Indonesia. Raksasa tambang asal Amerika Serikat ini kembali mengekspor mineral sejak 6 Agustus lalu.
Optimisme Bayu semakin besar mengingat saat ini pemerintah tengah berunding dengan PT Newmont Nusa Tenggara. Harapannya, segera tercapai kesepakatan sehingga Newmont kembali melakukan ekspor mineral. "Proses yang dilakukan Newmont akan seperti yang dilakukan terhadap Freeport, untuk mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang jumlah dan jenis komoditas mineral yang bisa diekspor," ucap Bayu.
Dari rekomendasi Kementerian ESDM ini, Kementerian Perdagangan baru akan memproses izin ekspor tambang. Ekspor mineral Freeport dan Newmont ini tentu akan menghasilkan dampak positif untuk ekspor nasional.
Komitmen kuat
Lana Soelistyaningsih, ekonom Samuel Aset Manajemen, membenarkan, langkah Freeport dan Newmont kembali mengekspor mineral akan mendorong neraca perdagangan Indonesia membaik. Soalnya, kenaikan nilai ekspor kita akan signifikan.
Tapi, secara jangka panjang, kebijakan pemerintah membuka kembali keran ekspor mineral mentah berseberangan dengan upaya negara ini menggenjot hilirisasi industri pertambangan mineral.
Untuk itu, pemerintah harus membuat kebijakan yang tegas atas pembukaan ekspor mineral mentah tersebut. Misalnya, pemerintah harus membuat target, kapan perusahaan tambang harus mengekspor mineral olahan dari pabrik pemurnian alias smelter yang mereka bangun. Tapi, "Ini bisa dilakukan, jika pemerintah memiliki komitmen yang kuat atas kebijakannya sendiri," kata Lana.
Cuma, sejumlah pelaku usaha pertambangan menilai, program hilirisasi industri mineral tidak bisa dipaksakan saat ini. Sebab, dari sisi infrastruktur belum siap, jika perusahaan tambang diharuskan membangun smelter. Untuk itu, pemerintah, misalnya, harus menyediakan pembangkit listrik untuk memasok setrum ke smelter-smelter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News