Sumber: KONTAN | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Mulai 2 September 2009 lalu, impor limbah non-bahan berbahaya dan beracun alias Non-B3 mesti mengantongi rekomendasi dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH). Jadi, tidak hanya dari Departemen Perindustrian (Depperin).
Ketentuan baru ini termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39/M-Dag/PER/9/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-B3. Aturan itu merupakan penyempurnaan dari Permendag sebelumnya Nomor 26 Tahun 2009.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida menyatakan, impor limbah Non-B3 harus mendapat rekomendasi dari KLH agar limbah yang masuk betul-betul aman dan tidak berbahaya bagi lingkungan.
"Kementerian Lingkungan Hidup bertugas melihat aspek keselamatan lingkungannya, jika aman maka dia bisa memberikan rekomendasi izin impor," katanya, Senin (7/9).
Limbah Non-B3 yang dapat diimpor hanya berupa sisa produksi, scrap atau reja, yang digunakan untuk bahan baku atau bahan penolong industri. Produk yang masuk daftar limbah nonbahan berbahaya dan beracun, antara lain plastik, kertas, wol, kapas, serat tekstil, logam mulia, serta titanium.
Pertimbangan Mendag mengizinkan impor limbah Non-B3, yakni ketersediaan limbah tidak berbahaya dan beracun sebagai bahan baku dan bahan penolong yang diperlukan untuk kebutuhan proses produksi industri tertentu, tidak dapat diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri.
Walau harus mendapat rekomendasi dari Depperin dan KLH, Diah menjamin, proses pengurusan izin tidak akan memakan waktu lama. Bahkan, "Importir bisa mengurus izin sekaligus di dua instansi tersebut," ujar Diah.
Sebagai pelaksana surveyor, Mendag menunjuk PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis. Kalau ditemukan ada pelanggaran, importir wajib mengirim kembali limbah yang mereka datangkan ke negara asal dalam tempo paling lama tiga bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News