Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk meningkatkan belanja negara akan berdampak kepada Indonesia. Pasalnya, upaya ini akan membuat defisit naik sehingga AS diperkirakan akan meningkatkan utangnya dari pasar uang.
Menurut Ekonom CSIS Yose Rizal Damuri, bila AS meningkatkan utang, hal ini akan menyebabkan suku bunga di AS naik. Yose mengatakan, efek dari kebijakan Trump ada banyak dari berbagai aspek, yaitu dari segi makroekonomi dan riil.
“Kalau secara makro mungkin lebih banyak terpengaruh dengan rencana Trump meningkatkan government spending yang harus ditutup dari pajak, tetapi dia ingin pajak lebih kecil,” katanya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa (7/3).
Bila suku bunga AS akan meningkat, ada kemungkinan dolar AS kembali ke asalnya. Bila itu terjadi, kondisi ini dikhawatirkan akan membuat nilai rupiah turun dan pemerintah juga sulit mencari utang pembiayaan.
“Pemerintah mau utang sulit. Lalu rencana Bank Indonesia (BI) turunkan suku bunga lebih sulit,” ucapnya.
Yose memprediksi bahwa kemungkinan bila hal ini terjadi suku bunga BI akan naik. Namun, kabar gembiranya, BI sudah mengantisipasi hal ini sehingga tidak ada lonjakan suku bunga yang mendadak.
“Kalau mengenai regulasi, dari sisi makro BI udah antisipasi dan kebijakan makro cukup kuat walau harus tetap perhatikan,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan bahwa BI siap menjaga volatilitas rupiah menyusul Federal Reserve (The Fed) memberi sinyal kuat soal kenaikan suku bunga AS alias fed fund rate dilakukan pada Maret 2017 ini.
Menurut Agus, rencana penyesuaian tingkat bunga The Fed dari hasil Federal Open Market Committee (FOMC) kansnya mencapai 90%. Oleh karena itu, hal ini merupakan satu perkembangan yang perlu diwaspadai.
Oleh karena itu, BI akan terus menjaga agar nilai tukar rupiah mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Ia mengatakan, stabilitas itu tercermin dari volatilitas yang sehat sehingga BI memiliki tugas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,
“BI tidak akan ragu berada di pasar untuk menjaga stabilitas. Bukan mencapai satu nilai tukar tertentu tapi volatilitasnya yang mesti dijag, dan kita siap akan menjaga itu, ” kata Agus.
BI juga masih menggunakan dua intervensi, yaitu pasar rupiah dan SBN “Iya kalau diperlukan (buyback di pasar SBN),” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News