kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Eks Dirut PT DGI minta vonis bersama


Kamis, 09 November 2017 / 19:55 WIB
Eks Dirut PT DGI minta vonis bersama


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuasa Hukum Dudung Purwadi, mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI), meminta kepada majelis hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) agar menetapkan vonis terhadap Dudung bersamaan dengan vonis kepada PT DGI.

“Kasus pak Dudung dengan PT DGI sebagai korporasi merupakan satu kesatuan dengan obyek yang sama. Karena itu kami mohon majelis hakim dapat menetapkan vonis secara bersamaan,” ujar Susilo Aribowo, kuasa hukum Dudung usai sidang pembacaan Pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu malam (8/11).

Menurut Susilo, vonis bersamaan antara Dudung sebagai personal dan putusan terhadap DGI sebagai korporasi sangat penting bagi kepastian usaha. Apalagi selain memiliki ribuan pekerja, sebagai perusahan publik, DGI-yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Kontruksi Enjiiniring Tbk, juga dimiliki oleh ribuan investor, baik ritel, dana pensiun serta investor institusi lainnya.

“Prinsip bahwa pengadilan harus efisien dan efektif semestinya bisa diterapkan dalam masalah ini. Bagaimanapun DGI butuh kepastian, karena perusahaan punya tanggungjawab juga terhadap ribuan pekerja, investor dan mitra kerjanya,” katanya.

Penetapan vonis personal dan korporasi secara bersamaan sebenarnya sudah banyak dilakukan di pengadilan. Contohnya dalam kasus pajak yang melibatkan salah satu direktur anak usaha Asian Agri. Meski Asian Agri sebagai grup tidak didakwa, namun lantaran anak usahanya terlibat penyimpangan pajak, pengadilan menjatuhkan pidana denda senilai Rp 2,5 triliun pada korporasinya.

Dalam kasus PT IM2, anak usaha PT Indosat Tbk selain dirutnya di hukum penjara, PT IM2 juga dihukum mengganti kerugian negara. Meski IM2 sebagai korporasi tidak pernah dijadikan tersangka, tetapi pengadilan bisa langsung menetapkan vonis.

“Persidangan itu harus efisien dan efektif, sehingga kepastian hukum segera tercipta. Inilah yang kami mohonkan pada majelis hakim karena DGI ini menjadi gantungan hidup bagi ribuan orang dan sebagai perusahaan sangat kooperatif dalam penegakan hukum ini,” ujarnya.

Dalam pembelaannya, Dudung mengungkapkan bahwa tidak pernah ada pertemuan antara dirinya, Nazaruddin, Sandiaga Uno, dan Anas Urbaningrum di Ritz Carlton untuk membicarakan fee. Sehingga kesaksian yang diberikan Nazaruddin jelas-jelas merupakan kesaksian palsu.

“Informasi yang disampaikan Nazaruddin palsu. Tidak ada pertemuan. Kesaksian Nazar itu palsu,” tegasnya.

Dalam sidang, Dudung juga membantah apa yang dituduhkan oleh Jaksa bahwa ia diuntungkan dari dividen dan tantiem. Menurutnya tuduhan tersebut tidak tepat. Sebab kenaikan harga saham bukan berdasarkan atas satu dua proyek saja, melainkan atas keseluruhan kinerja perusahaan.

“Pembagian dividen merupakan hak pemegang saham, begitupun tantiem dan gaji juga merupakan hak yang telah diatur dalam aturan perusahaan. Semua ada aturannya dan itu juga sepengetahuan regulator, karena kami perusahaan publik,” pungkas Dudung.

Dudung dan DGI sebagai korporasi disangka melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan RS Udayana, Bali dan Wisma Atlet di Palembang. Berbeda dengan proyek Hambalang yang merugikan negara hingga Rp 706 miliar, versi BPK, kedua proyek DGI tersebut berhasil dibangun tepat waktu dan saat ini beroperasi dengan baik melayani masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×