Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (GDE) Persero, E.T. Samsudin Warsa kembali mangkir dari pemeriksaan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Samsudin yang seharusnya diperiksa hari ini, Senin (29/12) sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dalam kontrak pembangunan lima unit pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Dieng-Patuha tidak memenuhi panggilan kedua Bareskrim.
Kuasa hukum Samsudin, Imam Haryanto mengatakan, kliennya tidak dapat memenuhi panggilan penyidik Bareskrim karena alasan sakit. Samsudin saat ini berada di Bandung dan tengah stres serta syok karena status barunya sebagai tersangka. "Klien kami sangat koorperatif. Tapi sekarang ia tengah sakit stres karena dijadikan tersangka, padahal ia orang baik-baik," katanya, Senin (29/12).
Kanit Pidum Bareskrim Polri AKBP Ari Darmanto membenarkan Samsudin tidak menghadiri panggilan kedua dari penyidik dengan alasan sakit. "Kami juga sudah mendapatkan surat keterangan sakit dari Bandung," imbuhnya.
Dalam surat keterangan sakit yang diperoleh penyidik Bareskrim, Ari menuturkan bahwa Samsudin membutuhkan waktu istirahat selama enam hari. Pasca enam hari ke depan, pihak penyidik Bareskrim akan kembali melakukan koordinasi dengan kuasa hukum Samsudin terkait pemeriksaan sebagai tersangka.
Kuasa hukum PT Bumigas Energi (BGE) Bambang Siswanto yang melaporkan mantan Dirut GDE itu berang. Ia menilai alasan sakit yang disampaikan kuasa hukum Samsudin adalah alasan yang dibuat-buat. Ia meminta agar Bareskrim melakukan pemanggilan paksa terhadap Samsudin karena sudah mangkir dua kali dari panggilan. "Alasan stres adalah alasan yang dibuat-buat," ujarnya.
Selain itu, Bambang mengatakan sebenarnya, pada 18 Desember 2014 lalu, pihak Samsudin pernah meminta kepada Dirut Bumigas agar membantu supaya pemeriksaan terhadap Samsudin dilakukan pada bulan Januari 2015. Ia mengatakan permohonan itu bukan pada tempatnya, karena Dirut Bumigas hanya sebagai pihak pelapor dan tidak berwenang mengatur jadwal pemeriksaan.
Bambang juga meminta agar Bareskrim melakukan upaya tindakan pengamanan di tempat kejadian perkara (TKP) yakni proyek PLTP Patuha unit 1. Ia mendesak agar kepolisian menutup dan mengamankan proyek tersebut dengan membuat garis polisi. Sebab proyek tersebut merupakan tempat tindak pidana pertambangan panas bumi terjadi. Dengan menutupnya, maka proses penyidikan dapat efektif dan lancar dilakukan.
Apalagi, lanjut Bambang, pembangunan proyek PLTP Patuha Unit 1 (1x55 MW) ilegal karena dilaksanakan oleh Konsorsium Marubeni Corporation dan PT Matlamat Cakera Canggih. Patuha Unit 1 tersebut adalah di titik koordinat dan juga memakai sumur-sumur sesuai kontrak BGE dan GDE tanggal 1 Februari 2005.
Sebagai informasi, PT Matlamat Cakera Canggih dimiliki 75% oleh Marubeni Corporation dan 25% oleh Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan (YPK) PLN. Yayasan ini merupakan organisasi nirlaba yang masih terafiliasi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Maka menurut Bambang, pembangunan proyek PLTP Patuha Unit 1 itu cacat hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News