Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Membengkaknya subsidi energi sebesar Rp 23,89 triliun yang diajukan oleh pemerintah pada APBN-P 2017 seolah tidak memperhitungkan pelebaran defisit dalam APBN 2017.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira berpendapat, kenaikan subsidi energi yang berlebihan pada APBN-P 2017 akan membuat beban belanja pemerintah meningkat. Di sisi, lain penerimaan pajak diprediksi mengalami shortfall cukup besar tahun ini.
"Jadi logikanya pemerintah lebih baik berkorban defisit melebar dan menambah utang untuk menjaga agar inflasi bisa terkendali dengan menaikkan subsidi energi," katanya.
Akan tetapi ada poin penting yang perlu dicatat saat naiknya subsidi ini, yaitu penyelamatan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat melorot sejak awal Januari lalu, terpukul oleh penyesuaian tarif listrik golongan 900 va.
"Tapi kalaupun untuk melindungi daya beli seharusnya pemerintah fokus pada efektivitas penyaluran bantuan sosial ke masyarakat miskin. Penyaluran beras sejahtera sering terlambat," jelas Bhima.
Bhima mengatakan, pemerintah lebih memilih untuk tetap menambah subsidi mendekati tahun politik. Menurutnya, hal tersebut merupakan perilaku alamiah pemerintahan sejak zaman orde baru.
"Pemerintah awalnya ingin agar subsidi energi dialihkan ke susbidi non energi. Tapi dalam APBNP 2017 komitmen pemerintah dipertanyakan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News