kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom sebut proyeksi ekonomi RI di bawah 5% versi Moody's terlalu pesimistis


Kamis, 14 Februari 2019 / 22:01 WIB
Ekonom sebut proyeksi ekonomi RI di bawah 5% versi Moody's terlalu pesimistis


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

Selain memperbaiki CAD, Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih berpendapat, perlambatan pembangunan infrastruktur juga terkait dengan posisi utang pemerintah yang sudah sangat besar, terutama utang BUMN karya yang terlibat dalam proyek.

"Rasional kalau pemerintah melambatkan infrastruktur dengan kondisi utang saat ini. Yang penting pembangunan infrastruktur dasar sudah terpenuhi seperti konektivitas Trans Jawa, Tran Sumatera, bandara, dan infrastruktur lain yang sudah diuber tahun-tahun kemarin," kata Lana, Kamis (14/2).

Lana juga cenderung memaklumi langkah pemerintah menambah pagu belanja yang bersifat konsumtif baik dalam bentuk bantuan sosial maupun subsidi. Sebab, bantuan sosial menurutnya cukup mampu menopang pengeluaran rumah tangga yang selama ini menjadi kekuatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Seperti yang diketahui, sepanjang tahun lalu, konsumsi rumah tangga mencapai 56,01% dalam struktur PDB Indonesia dengan pertumbuhan 5,08%. Jika hendak mencapai target pertumbuhan hingga 5,3%, konsumsi rumah tangga tak boleh sampai melemah bahkan harus dipicu lagi mengingat pertumbuhan dan kontribusi ekspor belum dapat diandalkan sejauh ini.

Lana menyebut, prediksi Moody's terhadap pertumbuhan Indonesia di bawah 5% terlalu pesimistis. Ia sendiri memproyeksi, pertumbuhan ekonomi masih dapat mencapai 5,2%, terutama jika rata-rata pertumbuhan di semester pertama bisa mencapai 5,2%.

"Kalaupun semester pertama tidak sampai 5,2%, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 mestinya masih bisa bergerak di kisaran 5,1% - 5,15%," pungkasnya.

Sementara itu, Bhima memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berpotensi melambat dan mentok di 5%. Pasalnya, tren pertumbuhan ekonomi global yang melambat akan turut mempengaruhi permintaan terhadap komoditas, terutama dari China.

"Efek dari perang dagang juga masih konsisten terhadap ekspor, terutama komoditas batubara dan sawit," kata Bhima.

Belum lagi persoalan defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah yang rentan terhadap sentimen negatif global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×