kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom sebut kenaikan ongkos pesawat turut menggerus penjualan eceran


Selasa, 09 Juli 2019 / 19:10 WIB
Ekonom sebut kenaikan ongkos pesawat turut menggerus penjualan eceran


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) periode Mei 2019 lalu menunjukkan indeks penjualan riil (IPR) di level 7,7% year on year (yoy). Pencapaian ini lebih rendah bila dibandingkan periode sama tahun 2018 yang berada di level 8,3%. 

Terhadap survei ini, Ekonom Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih, mengatakan penurunan IPR pada Mei 2019 salah satunya dipicu ongkos transportasi mampu menggerus IPR.

Hal ini terjadi karena Mei lalu masyarakat terbebani tingginya harga tiket pesawat yang selangit. Menurut Lana ini membuat daya beli dalam sektor rill melambat, karena mau tidak mau sebagian masyarakat mengutamakan ongkos pesawat ketimbang beli baju baru atau peralatan rumah tangga. 

Lebih lanjut, Lana menuturkan bahwa data penjualan di emiten sektor rill telah mengonfirmasi penjualan Mei tidak sebaik tahun lalu. “Pendapatan masyarakat terlalu banyak dialokasikan untuk mudik,” kata Lana kepada Kontan.co.id, Selasa (9/7).

Sementara, tidak semua lapisan masyarakat mudik menggunakan pesawat. Beberapa ada yang lewat jalur darat. Umumnya mereka adalah masyarakat ekonomi menengah-bawah.

Kata Lana mereka cenderung memprioritaskan biaya pendidikan, sehingga menjadi penghambat konsumsi ritel masyarakat kelar sosial menengah-bawah. “Momentumnya bertabrakan, utang mereka ditahan untuk kebutuhan bayar sekolah,” tutur Lana. 

Sementara, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, masyarakat menengah-bawah kehilangan daya beli. Sementara bagi menengah-atas konsumsi ritel cenderung ditahan karena Mei lalu situasi politik domestik memanas.

Selanjutnya, Bhima memprediksi untuk IPR Juni besar kemungkinan akan mengalami penurunan. Sebab, konsumsi Ramadhan lebih besar ketimbang Lebaran. Apalagi penurunan lebaran masih dipengaruhi ongkos tarif pesawat yang selangit. Karena pada Juni ada arus balik mudik. 

BI meramal pada IPR Juni berada di level 2,2% atau lebih rendah dibanding Juni 2018 di level 2,3%. “Momentumnya sudah lewat terjadi normalisasi penjualan di segmen ritel,” kata Bhima kepada Kontan, Selasa (9/7).

Sementara, Lana menilai dari sisi pendapatan tidak terlalu naik. Dampaknya daya beli sektor ritel juga melemah. Lana menegaskan IPR tahun ini tidak akan sebaik tahun lalu. Dia mengambil patokan dari laju pertumbuhan IPR Ramadhan-Lebaran tahun ini yang tidak sekuat tahun 2018.

“Wajar kalau sampai akhir tahun akan melemah dibanding tahun lalu,” ungkap Lana.

Di sisi lain, Bhima berpendapat penjualan eceran barang ritel bahkan kena dampak kelanjutan perang dagang. Apalagi baru-baru ini Jepang dan Korea selatan bersih tegang. Sentimen ini akan memengaruhi pengeluaran kelompok kelas atas, karena dalam konsumsi ritel mereka melihat situasi ekonomi global.

Untuk, segmen properti dan kendaraan bermotor juga akan melemah dalam tiga bulan ke depan. Bhima bilang karena menunggu kebijakan pemerintah yang bersfat teknis. Lalu bagi segmen kelas bawah mungkin banyak menabung untuk mengantisipasi kenaikan tarif Bahan Bakar Minya (BBM) dan tarif listrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×