kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,98   5,63   0.61%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom sarankan pemerintah tunda pembayaran utang dan fokus tangani corona


Kamis, 23 April 2020 / 15:18 WIB
Ekonom sarankan pemerintah tunda pembayaran utang dan fokus tangani corona
ILUSTRASI. Investor mengamati pergerakan saham di salah satu sekuritas di Jakarta, Selasa (24/3).


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah melakukan penghematan belanja untuk penanganan dampak wabah virus Corona ke perekonomian Indonesia. Penghematan yang dilakukan pemerintah pun mencapai Rp 190 triliun.

Namun demikian, di tahun ini pemerintah juga perlu membayar bunga utang yang dialokasikan sebesar Rp 335,2 triliun atau 21% dari outlook belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.596 triliun.

Apabila dibandingkan dengan yang lain, pemerintah mengalokasikan belanja pegawai sebesar Rp 412,8 triliun atau 25,86% dari outlook belanja pemerintah pusat.

Baca Juga: Inggris bakal rilis obligasi besar-besaran untuk danai lonjakan pengeluaran Covid-19

Lalu, anggaran untuk bantuan sosial adalah sebesar Rp 129,8 triliun atau 8,13% dari outlook belanja pemerintah pusat. Jika dilihat, maka porsi pembayaran utang ini terbilang cukup besar daripada anggaran bantuan sosial.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pembayaran bunga utang merupakan kewajiban pemerintah yang mesti dipenuhi. Jadi, memang sudah seharusnya dianggarkan.

"Pembayaran bunga utang sudah menjadikan kewajiban pemerintah, tentunya harus dipenuhi," ujar Askolani kepada Kontan.co.id, Rabu (22/4).

Menurut pemerintah, apabila pembayaran bunga utang diundur atau ditunda, maka pemerintah menjadi tidak kredibel lagi, selain itu imbal hasil (yield) obligasi juga akan mengalami peningkatan.

Baca Juga: Perppu 1/2020 akan membahayakan bank buku I dan II? Ini kata praktisi hukum

Penundaan atau pengunduran pembayaran bunga utang ini hanya dimungkinkan pada beberapa situasi. Seperti saat krisis ekonomi di tahun 1998, pertumbuhan ekonomi negatif 13%, suku bunga naik ke 80%, inflasi melambung, dan nilai tukar terdepresiasi hampir 7 kali atau 800%.

Sementara, saat ini ekonomi Indonesia dinilai masih sangat sehat dan tidak memungkinkan untuk melakukan opsi tersebut.

Namun, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai, sebenarnya peluang restrukturisasi bunga utang harus dilakukan dikarenakan saat ini pemerintah memiliki prioritas lain.

"Kita seharusnya memang melakukan proses restrukturisasi itu, karena prioritasnya saat ini bukan di situ. Saat ini fokusnya untuk meningkatkan likuiditas di perekonomian, bukan untuk kemudian membayar peluang utang," ujar Fithra.




TERBARU

[X]
×