Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2023 akan tumbuh hingga 5%.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai kontribusi konsumsi rumah tangga diperkirakan akan menjadi pendorong paling besar pada pertumbuhan di kuartal ini, yakni di kisaran 4,5% hingga 4,9%.
Meski begitu, kontribusi konsumsi rumah tangga pada periode ini akan relatif sedikit melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama di tahun lalu.
“Kami melihatnya peak dari dorongan konsumsi yang disebabkan oleh faktor seasonal baru akan terjadi di kuartal II nanti,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Sementara itu, untuk investasi akan berkontribusi ke pertumbuhan ekonomi dengan kisaran sebesar 4,7% hingga 5%. Menurutnya, investasi didorong oleh proyek pemerintah yang berkontribusi dari besaran realisasi belanja modal pada APBN.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diproyeksi Capai Hingga 5,25% di Kuartal I-2023
Dari perkiraan tersebut, Yusuf optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2023 akan di kisaran 4,8% hingga 5%.
Dihubungi secara terpisah, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky juga sepakat pertumbuhan ekonomi Indonesia di periode tersebut akan sebesar 5%. Menurutnya, terdapat beberapa faktor pendorong yang berkontribusi pada ekonomi.
“Termasuk dibukanya PPKM sehingga mendorong konsumsi masyarakat,” kata Dia.
Sementara itu, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, sektor di industri manufaktur yang mulai mengalami peningkatan produksi dibarengi dengan konsumsi rumah tangga akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di kuartal I.
“Konsumsi rumah tangga ini meningkat setelah pandemi Covid-19 mulai mereda,” tutur Bhima.
Meski begitu, Bhima menilai pertumbuhan ekonomi di kuartal I ini sempat terhambat oleh inflasi, kenaikan suku bunga dan juga ketidakpastian global. Dia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh di kisaran 4,8% hingga 5%.
Bhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal II berpotensi ada di bahwa 5%. Padahal pada periode tersebut ada momentum Lebaran yang biasanya pertumbuhan ekonomi di periode tersebut jauh lebih tinggi dari biasanya.
Baca Juga: Entaskan Kemiskinan, Wapres Dorong Optimalisasi Pajak dan Zakat
“Masalahnya ada di inflasi inti yang turun. Artinya masyarakat memang mudik, tapi spending yang dikeluarkan tidak signifikan artinya di bawah ekspektasi,” kata Dia.
Sehingga, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi di kuartal II yang diperkirakan bisa tumbuh sebesar 5,5%, kemungkinan besar bisa di bawah 5%.
Selain itu, faktor lain yang kemungkinan menahan pertumbuhan ekonomi di Kuartal II adalah karena konsumen tidak mengantisipasi kenaikan suku bunga yang terus berlanjut. Faktor lain, bisa karena inflasi yang terjadi karena El Nino, yang bisa mengancam penurunan produksi pertanian. Padahal, inflasi pangan berkontribusi besar terhadap inflasi keseluruhan.
“Jadi ada sebuah gejala konsumen mau belanja jadi tertahan. Apakah karena masalah pajak imbas PPN yang naik jadi 11%. Itu banyak faktor yang membuat konsumsinya tidak bergairah utamanya di konsumen kelas menengah. Ini yang harus pemerintah turun tangan,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News