Reporter: Grace Olivia | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang Luar Negeri (ULN) swasta kembali mengalami kenaikan sepanjang Agustus 2018, baik secara bulanan maupun tahunan. Pelemahan nilai tukar rupiah diprediksi menjadi penyebab kenaikan ULN swasta seiring dengan bertambahnya beban untuk melunasi utang alias refinancing.
Berdasarkan data Bank Indonesia, Senin (15/10), ULN Swasta pada Agustus 2018 tercatat sebesar US$ 179,4 miliar atau tumbuh 1,27% dibandingkan dengan ULN swasta pada bulan Juli 2018. Secara tahunan, ULN swasta juga tumbuh 6,7% yoy, lebih tinggi dari periode sebelumnya 6,49% yoy.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai, kenaikan ULN swasta di bulan Agustus terjadi seiring dengan adanya normalisasi pasca Lebaran.
"Swasta cenderung meningkatkan lagi pembelian untuk kebutuhan bahan baku, untuk pembelian barang modal seperti mesin dan lainnya," ujar Bhima kepada Kontan, Senin (15/10).
Namun, ia menilai, berlanjutnya kenaikan ULN swasta di bulan ini lebih didominasi oleh faktor keperluan refinancing yang meningkat, terutama karena pelemahan kurs rupiah. Bhima menilai, beban utang jatuh tempo yang dihadapi pihak swasta menjadi lebih mahal lantaran adanya selisih kurs.
"Apalagi, tidak semua perusahaan swasta melakukan hedging sehingga bagi yang eksposurnya ke kurs besar pasti membutuhkan sumber refinancing dalam jumlah yang lebih besar juga," terang dia.
Bhima memproyeksi, ULN swasta masih akan terus meningkat hingga akhir tahun. Apalagi, beban pembayaran utang jatuh tempo biasanya membesar di akhir tahun. "Suku bunga juga jadi hambatan, jadi lebih mahal karena yield US Treasury juga sudah menembus batas psikologis 3%," kata Bhima.
Sementara, ULN pemerintah tumbuh melambat sepanjang Agustus lalu yaitu US$ 178,1 miliar atau tumbuh 4,07% yoy, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 4,12% yoy. Bhima berpendapat, penurunan ULN pemerintah kemungkinan disebabkan oleh upaya mengerem proyek pembangunan sejumlah infrastruktur karena dianggap berkontribusi terhadap CAD dan pelemahan kurs.
"Terlihat juga dari data neraca dagang hari ini di mana impor yang berkaitan dengan infrastruktur juga menurun," kata tandas Bhima.
Menurut data Badan Pusat Statistik, Senin (15/10), impor non-migas Benda-benda dari Besi dan Baja megalami penurunan 112,9% mom, sedangkan impor mesin/peralatan listrik mengalami penurunan paling dalam yakni 259,5% mom.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News