Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia akan kembali mengumumkan posisi cadangan devisa (cadev) periode Mei, Kamis (13/6) mendatang. Sejumlah ekonom memperkirakan cadev Indonesia kembali menurun akibat volatilitas perekonomian global.
Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja memprediksi, posisi cadev bulan Mei akan mengalami penurunan ke kisaran US$ 123,8 miliar. April lalu, Bank Indonesia melaporkan cadev Indonesia sebesar US$ 124,3 miliar.
“Menurun karena adanya intermittent intervention (intervensi berselang) dan pembayaran utang eksternal pemerintah,” ujar Enrico kepada Kontan.co.id, Senin (10/6).
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga memproyeksi penurunan posisi cadev pada periode Mei 2019. Hitungannya, cadev turun ke level US$ 123,75 miliar.
Myrdal menjelaskan, penurunan cadev utamanya dipicu oleh kondisi nilai tukar rupiah yang sempat melemah cukup tajam menjelang akhir Mei lalu.
“Rupiah sempat mencapai Rp 14.500 per dollar AS sehingga ada intervensi pastinya,” kata Myrdal, Senin (10/6).
Seperti yang diketahui, kurs rupiah sempat tertekan menembus Rp 14.525 per dollar AS pada 22 Mei di pasar spot. Nilai tukar melemah seiring dengan sentimen negatif global terkait perang dagang.
Adapun, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail memperhitungkan posisi cadev pada Mei lalu juga menurun sekitar US$ 500 juta. Ini lantaran sempat terjadinya arus keluar modal asing atau capital outflow dari pasar saham maupun obligasi yang nilainya mencapai US$ 1 miliar.
“Meskipun pemerintah menerbitkan global bonds seperti Samurai Bonds kemarin, tapi ini ter-offset dengan adanya outflow yang juga cukup besar,” kata Mikail, Senin (10/6).
Penurunan cadev Mei ini, lanjutnya, juga mengindikasikan kinerja neraca perdagangan Indonesia yang kemungkinan besar masih akan mencetak defisit. April lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca dagang Indonesia terbilang jumbo yaitu US$ 2,5 miliar akibat memburuknya kinerja ekspor.
“Bulan lalu, ekspor kita sudah terkontraksi hingga double digit (13,1% yoy) dan saya kira ini akan berlanjut hingga tiga bulan ke depan selama sentimen perang dagang AS-China masih kuat,” ucap Mikail.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News